Purwokertokita.com – Polisi meminta pengurus LPM Lentera untuk menarik majalah yang menurunkan laporan dengan judul Salatiga Kota Merah. Produk jurnalistik karya mahasiswa ini berkisah tentang kejadian G30S di Salatiga.
AJI Kota Semarang mengecam tindakan polisi tersebut. Berikut ini rilis kecaman dari AJI Semarang.
Pada awal Oktober 2015 lalu, Lembaga Pers Mahasiswa Lentera Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi (Fiskom) UKSW Salatiga menerbitkan majalah edisi nomor 3/2015. Para mahasiswa itu mengangkat tema tentang G30S dengan angle peristiwanya di Salatiga. Mereka memberi judul karya laporannya: “Salatiga Kota Merah”. Mereka lalu mendistribusikan karya majalahnya ke beberapa pihak. Ada yang dijual di dalam kampus. Majalah itu juga didistribusikan ke luar kampus UKSW.
Tapi, pada Ahad (18 Oktober 2015), Polres Salatiga melakukan pemanggilan terhadap awak LPM Lentera. Informasi yang kami telusuri ada tiga orang yang diperiksa oleh Polres Salatiga. Diperiksa dari pagi hingga menjelang sore hari. Polisi meminta agar majalah Lentera yang sudah diedarkan ditarik lagi untuk diserahkan ke pihak kepolisian. Hingga Ahad malam (18 Oktober 2015) belum ada peristiwa pembakaran Lentera. Hanya, polisi meminta Lentera yang sudah diedarkan ditarik untuk diserahkan ke kepolisian.
Atas peristiwa itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang menyampaikan sikap:
1. Mengecam langkah Polres Salatiga yang sewenang-wenang memanggil awak media LPM Lentera. Apalagi, pemanggilan itu tak disertai dengan surat resmi pemanggilan. Polres sebagai penegak hukum harusnya mengerti hal ihwal kebebasan berekspresi yang dimiliki mahasiswa. Polres Salatiga tidak boleh menggunakan kewenangannya secara serampangan sehingga bisa mengancam dan memberangus kebebasan berekspresi mahasiswa. Mahasiswa adalah asset bangsa yang harus terus menerus dilestarikan kreatifitasnya. Kebebasan berekspresi dan berpendapat dilindungi UUD 1945. Mahasiswa berhak membuat liputan di LPM masing-masing. Langkah Polres Salatiga memeriksa dan meminta LPM Lentera ditarik bisa menjadi insiden memalukan. Ini bisa mencederai demokrasi. Kami mendesak Polres Salatiga menghentikan tindakan-tindakan intimidasi ke LPM Lentera. AJI Semarang juga mendesak Kapolda Jateng dan Kapolri memberikan teguran kepada Polres Salatiga yang telah sewenang-wenang melakukan pemanggilan kepada mahasiswa anggota LPM Lentera.
2. AJI Semarang sudah mengkaji laporan LPM Lentera. Kami menilai LPM Lentera sudah melakukan proses peliputan melalui wawancara dengan narasumber, observasi untuk reportase hingga menggunakan dokumen dan literatur yang bisa dipertanggungjawabkan. AJI juga menilai LPM Lentera tidak melanggar batasan kebebasan berekspresi sesuai dengan konvensi HAM. Jika ada pihak yang merasa keberatan atas liputan LPM Lentera maka bisa melakukan dialog dan diskusi. Di sisi lain, kalaupun toh ada yang dianggap keliru atau salah oleh pihak-pihak tertentu maka bisa menyampaikan hak jawab atau ralat. Bukan dengan cara menarik majalahnya. Ingat, laporan jurnalistik itu adalah usaha memperoleh kebenaran secara terus menerus.
3. Meminta kepada civitas akademika UKSW untuk memberikan perlindungan kepada awak LPM Lentera. Rektor UKSW dan Dekan Fisikom harus memberikan perlindungan kepada mahasiswanya yang telah membuat karya untuk LPM Lentera. Kami meminta agar pengelola kampus jangan justru ikut mengintimidasi mahasiswa LPM Lentera. Liputan LPM Lentera harus diapresiasi dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebab, apa yang dilakukan LPM Lentera sudah sesuai dengan prosedur karya jurnalistik.
Semarang, 18 Oktober 2015
Tertanda,
Ketua AJI Semarang
Muhammad Rofiuddin