Purwokertokita.com – Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Gunung Slamet yang sudah masuk pada tahap eksplorasi dianggap bisa menjadi ancaman serius terhadap keberadaan sumber mata air masyarakat Banyumas.
Menurut Dhani Armanto, Pegiat Komunitas Peduli Slamet (Kompleet) Purwokerto, ancaman terhadap sumber mata air ini disebabkan karena pembukaan lahan dengan cara melakukan pembabatan hutan dalam jumlah yang besar.
“Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk proyek panas bumi di Gunung Slamet yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2012 adalah 44 Hektare. Dan pada Oktober 2016, telah keluar izin baru seluas 488,28 Hektare,” ungkap Dhani kepada Purwokertokita.com, Senin (22/5).
Data lain yang dimiliki oleh Kompleet, untuk Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi di Gunung Slamet yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM adalah 24.660 Hektare yang 90 persennya berada di kawasan hutan lindung.
“Dari hasil analisis data yang dilakukan oleh Kompleet, total luasan hutan yang akan dibabat ketika proyek panas bumi sudah beroperasi adalah mencapai lebih dari 600 Hektare. Ini mencakup pembukaan akses jalan, landasan pengeboran, jalur pipa, embung dan fasilitas penunjang lainnya,” tambahnya.
Sebelum ada proyek panas bumi di Gunung Slamet, berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyumas, dalam kurun waktu sepuluh tahun, dari 2001 sampai dengan 2011 ada 1.321 mata air yang hilang. Faktor penyebabnya alih fungsi lahan dan perambahan hutan (deforestasi).
“Tanpa adanya proyek panas bumi di Gunung Slamet saja, ribuan mata air sudah hilang akibat alih fungsi lahan dan deforestasi. Potensi hilangnya sumber mata air akan lebih besar lagi terjadi dan ini menjadi ancaman serius bagi masyarakat,” ujar Dhani.
Dhani juga mengatakan, selain menjadi ancaman terhadap keberadaan sumber mata air, pembukaan lahan dan alih fungsi hutan dalam jumlah besar yang dilakukan di Gunung Slamet akan memicu peningkatan bencana.
Hutan lindung Gunung Slamet merupakan hutan hujan tropis dataran tinggi yang terbentuk ribuan tahun secara alami dan saat ini menjadi jantung hutan alam di Pulau Jawa dan menjadi penyangga ekosistem di Jawa. Pembabatan hutan dan alih fungsi hutan dalam jumlah besar akan sangat berpengaruh pada kestabilan ekosistem di Jawa.
“Dari hasil penelitian Corey-Bradshaw pada tahun 2007, Setiap sepuluh persen hutan ditebang, potensi bencana tanah longsor, banjir dan kekeringan meningkat lima sampai delapan persen. Sementara saat ini keberadaan hutan alam di Jawa sudah kurang dari lima persen, potensi terjadinya bencana akan meningkat jika alih fungsi lahan hutan terus dilakukan,” ungkap Dhani.
Sampai berita ini ditulis, Purwokertokita.com belum mendapatkan tanggapan dari pihak PT Sejahtera Alam Energy (SAE) selaku pelaksana proyek pembangunan PLTP di Gunung Slamet. Ketika dihubungi Senin (22/5), pihak PT SAE mengaku sedang berada di Jakarta untuk rapat. (YS)