Film “ABRI Masuk Desa”, Secuil Sejarah Akhir Era Orde Baru

Komunitas340 Dilihat
Salah satu adegan dalam film “ABRI Masuk Desa” produksi Pusat Pengembangan Perfilman Kemendikbud, JKFB Raya dan CLC Purbalingga yang akan diputar, di GOR Mahesa Jenar Purbalingga, Sabtu (30/3) . (dok.clcpurbalingga/purwokertokita)

Purwokertokita.com  – Cinema Lovers Community (CLC) Purbalingga yang bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Jaringan Kerja Film Banyumas Raya (JKFB) bakal menggelar pemutaran film pendek fiksi bertajuk “ABRI Masuk Desa (AMD)”, di panggung luar GOR Mahesa Jenar Purbalingga, Sabtu (30/3) malam. Pemutaran perdana ini merupakan program pemutaran bulanan CLC Purbalingga Bioskop Rakyat sekaligus dalam rangka Hari Film Nasional (HFN) ke-69 yang jatuh tepat pada 30 Maret.

Sutradara film, Bowo Leksono mengatakan, film berdialek bahasa Jawa Banyumasan ini diangkat dari kisah nyata dari cuilan sejarah kelam era Orde Baru (Orba). Film berdurasi 13 menit ini mengisahkan seorang aktivis mahasiswa bernama Fajar.

Fajar adalah seorang aktivis mahasiswa yang menolak Pemilihan Umum (Pemilu) kala itu dengan mengampanyekan Golput (Golongan Putih). Salah satu alasan yang ditabukan pada masa itu.

Suatu ketika, saat pulang kampung, keberadaannya tercium kelompok ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) yang bermarkas di balai desa menjelang Pemilu 1997. ABRI pun berupaya menangkap Fajar dengan membenturkan sesama pemuda desa.

“Kejadiannya di salah satu desa di Purbalingga menjelang Pemilu terakhir dimasa Orde Baru (Orba),” ujar Direktur CLC Purbalingga ini, Minggu (24/3).

Dia menambahkan, film yang lokasi sutingnya di Desa Cipawon, Kecamatan Bukateja, Purbalingga akhir tahun lalu ini diproduksi dari program Fasilitasi Pengembangan Perfilman Bagi Komunitas dan Masyarakat tahun 2018 Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Film tersebut menawarkan serpihan sejarah Orba kepada generasi milenial yang cenderung abai pada sejarah-sejarah kelam di Indonesia. Terlebih sejarah awal terbentuknya orde yang berkuasa selama 32 tahun. Menurutnya, kekurangpahaman ini diakibatkan karena lemahnya budaya membaca.

“Nah, sejarah dalam kemasan film bisa menjadi pilihan renyah dalam mempelajari sejarah,” tuturnya.

Selain pemutaran film yang dilanjutkan bincang-bincang, juga berbagai tampilan kesenian yang melibatkan seniman-seniman asal Purbalingga. Seperti pementasan monolog berjudul Menjelang Pesta Kebun, pembacaan puisi dan penampilan musik berlatar ’98. Disamping itu, suguhan ngopi gratis dari Kopi Manik Desa Losari, Kecamatan Rembang, Purbalingga persembahan Bela-Beli Purbalingga.

Selain pemutaran perdana di Purbalingga, film “ABRI Masuk Desa” juga diputar di gedung Perpustakaan Universitas Teknologi Sumbawa, Nusa Tenggara (NTB) Barat yang bekerjasama dengan Sumbawa Cinema Society (SCS). (NS-)

Tinggalkan Balasan