Permen Davos, Semriwing Hingga 80 Tahun

Bisnis313 Dilihat
Sekitar 200 pekerja sedang melakukan pengemasan secara manual atau menggunakan tangan. Permen mint Davos pertama kali dibuat tahun 1931 merupakan permen mint pertama kali di Indonesia. Hingga saat ini, pabrik yang berdiri di Kelurahan Kandang Gampang Purbalingga Jawa Tengah itu, bangunannya masih kokoh berdiri. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Sekitar 200 pekerja sedang melakukan pengemasan secara manual atau menggunakan tangan. Permen mint Davos pertama kali dibuat tahun 1931 merupakan permen mint pertama kali di Indonesia. Hingga saat ini, pabrik yang berdiri di Kelurahan Kandang Gampang Purbalingga Jawa Tengah itu, bangunannya masih kokoh berdiri. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Gandhi, 30 tahun, desainer top Purwokerto masih ingat betul dengan kenangannya yakni mudik. Ada satu penganan yang tak boleh lupa dalam perbekalannya, permen Davos. Permen semriwing yang diproduksi di Purbalingga.

“Kata nenek, biar tidak mabuk perjalanan,” ujar Gandhi saat berbincang dengan Purwokertokita.com, Jumat (19/2).

Ingatannya tentang mudik puluhan tahun silam membawanya penasaran dengan permen yang satu ini. Hingga suatu saat ketika ia kuliah di Purwokerto, ia baru tahu kalau permen itu diproduksi di Purbalingga. “Waktu itu ada SPG yang menjualnya di perempatan. Di situ sudah ditulis buatan Purbalingga,” katanya.

Tapi, kata dia, saat ini permen Davos mulai jarang ditemukan di warung-warung. Ada berbagai macam permen mint dengan berbagai merk yang dijual di warung-warung.
 
Seperti halnya, Hary Ciptasih, 50 tahun, warga Kober Purwokerto Barat mengaku lebih suka permen Davos ukuran besar. “Lebih terasa di tenggorokan dan bisa mengurangi batuk,” kata dia.

Permen dengan bungkus biru tua itu memang selalu dibawa Hary jika sedang bepergian. Meskipun rasanya cukup pedas, Hary mengaku menyukainya. “Sudah puluhan tahun, saya makan permen Davos,” imbuhnya.

Permen Davos berwarna biru memang banyak digemari orang tua. “Itu memang konsumen loyal kami,” terang Nicodemus Hardi, Managing Director Operasional, PT. Slamet Langgeng, produsen permen Davos, saat ditemui Purwokertokita.com di ruang kerjanya.

Konon, permen Davos merupakan permen mint pertama di Indonesia. Davos pertama kali dibuat tahun 1931.

Sejarah panjang ikut menyertai pasang surut permen ini. Nico, panggilan Nicodemus mengatakan, pendiri PT. Slamet Langgeng adalah kakek buyutnya yang bernama Siem Kie Djian.

Suasana di dalam pabrik. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Suasana di dalam pabrik. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Pabrik permen sejak didirikan tanggal 28 Desember 1931 hingga sekarang masih ditempa yang sama, yakni di JL. Ahmad Yani 67 Kelurahan Kandang Gampang Kecamatan Purbalingga Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Bangunan pabrik juga tidak banyak berubah. Temboknya tebal, sangat kokoh. “Dari pertama dibangun, ya sudah seperti ini,” kata Nico.

Permen Davos merupakan produk pertama dan utama PT. Langgeng. Awalnya, selain Davos, Siem Kie Djian juga membuat permen mint dengan merk Kresna. Saat itu perusahaan tersebut masih cukup kecil. Produksinya pun belum banyak seperti sekarang ini.

Sukses membuat permen, dulu namanya kembang gula Davos, Siem mencoba membuat produk lain. Waktu itu ia membuat minuman limun. Limun milik Siem juga banyak diminati masyarakat Purbalingga dan sekitarnya.

Sepeninggal Siem tahun 1961, perusahaan dipegang oleh Siem Tjong An, anak dari Siem Kie Djian. Enam tahun berikutnya, yakni tahun 1967 perusahaan beralih pimpinan lagi ke Toni Siswanto Hardi dan Corrie Simadibrata, masing-masing menantu dan anak Siem Kie Djian.

Dan kini, sejak tahun 1985 PT. Langgeng Slamet dipimpin oleh Budi Handojo Hardi atau generasi ketiga dari pendiri PT. Langgeng. Tak hanya pimpinan, sebagian besar karyawan yang bekerja juga merupakan keturunan karyawan PT. Langgeng sejak pertama berdiri.

Permen Davos saat sedang dikemas. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Permen Davos saat sedang dikemas. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Davos masa lalu pernah berjaya pada tahun 1933-1937. Saat ini penjualan permen ini hingga mencapai seluruh Jawa Tengah dan Jogjakarta. “Impor ada, tapi perorangan yang melakukannya,” kata Nico.

Pada awal pemasaran, Davos bahkan hanya mengandalkan gerobak sapi. Berbeda dengan sekarang yang menggunakan mobil boks.

Kinerja perusahaannya mulai turun drastis sejak kedatangan imperialis jepang tahun 1942. Penjualanannya terjun bebas. “Davos bangkit lagi tahun 1945 setelah Indonesia merdeka,” lanjut Nico.

Tahun 1959, perusahaan perorangan ini berubah menjadi persekutuan komanditer atau CV. Dan dua tahun berikutnya berubah lagi menjadi PT. Purbasari & Co.

Pada tahun 1961 perusahaan berganti nama menjadi PT. Slamet Langgeng & Co yang memproduksi permen mint merk Davos, Kresna, Alpina, dan Davos Lux. Selain itu juga membuat limun bermerek Slamet dan biscuit bermerk slamet. Produksi biscuit dihentikan tahun 1973 karena kesulitan bahan baku.

Hingga tahun 2005, PT. Slamet memproduksi Davos rol dengan bungkus biru dan Davos Lux dalam bungkus kotak warna hijau. Davos biru lebih pedas dan semriwing, sehingga cocok untuk orang dewasa. Sedangkan Davos lux yang tidak terlalu pedas lebih disukai oleh remaja dan anak-anak.

Nama PT. Slamet Langgeng mempunyai makna tersendiri. Slamet diambilkan dari nama gunung terbesar di Jawa, yang juga terletak di Purbalingga, yakni Gunung Slamet. Sedangkan Langgeng adalah harapan agar perusahaan itu tetap abadi. Sedangkan Davos diambil dari nama sebuiah kota di Swiss yang berhawa sejuk, sehingga dipilih sebagai nama permen rasa dingin (menthol).

Sejak dibuat, Davos belum pernah mengalami perubahan bentuk maupun kemasan. Satu roll Davos berisi 10 butir. Satu butirnya berdiameter 22 milimeter. “Pernah kami merubah ukuran menjadi lebih kecil, konsumen langsung protes,” kata Nico.

Adiknya Davos, Davos Lux dikemas sedikit berbeda. Dibuat pertama kali pada 1981, Davos Lux berdiameter 10 milimeter. Dikemas dalam kotak warna hijau isi 10 butir. Davos lux lebih cocok untuk kalangan muda

Tinggalkan Balasan