PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Mata air di Dusun Banyumudal, Desa Bojongsari adalah berkah yang tak pernah surut untuk Kabupaten Purbalingga. Sejak dikembangkan menjadi Objek Wisata Bojongsari (Owabong) 18 tahun silam, sedikitnya tiga mata air besar di Banyumudal menyumbang berkah, baik materi maupun non materi untuk Purbalingga.
Tepat pada usianya yang ke-18, Owabong menggelar perayaan sebagai wujud syukur atas nikmat tak terkira itu. Syukur dipanjatkan dalam kata dan perbuatan.
Dalam kata, ada doa yang dipanjatkan. Dalam perbuatan, ada berbagai kegiatan, mulai dari menanam pohon aren di sekitar mata air, bersih saluran air hingga ruwatan sumber mata air yang digelar Minggu, 19 Maret 2023.
“Selain menjaga budaya yang sudah turun-temurun, ruwatan ini juga untuk menjaga kelestarian sumber mata air Owabong,” kata Eko Susilo, Plt Direktur Owabong, Minggu 19 Maret 2023.
Owabong dihidupi tiga sumber mata air atau tuk utama. Ketiga tuk itu antara lain Tuk Sikepel, Wadon, dan Cipawon.
Dahulu kala, tuk di Dusun Banyumudal ini menjadi sumber mata air penting untuk warga. Selain untuk konsumsi, bersih-bersih, juga untuk pertanian.
Setelah ada Owabong, fungsi itu masih tetap berjalan. Owabong tidak menutup aliran sungai dari mata air ini. Owabong menampung air di kolam lalu dialirkan ke sungai.
“Jadi keberlanjutan aliran air ke bawah tetap terjaga,” ujarnya.
Perayaan HUT Owabong ke-18 kembali dirayakan secara terbuka setelah tiga tahun mandeg akibat pandemi Covid-19.
Arak-arakan pementasan seni budaya memeriahkan perayaan HUT Owabong. Pawai budaya ini dimulai dari lapangan Desa Bojongsari hingga ke Owabong.
Tarian khusus yang mereplika prosesi ruwatan secara khusus dikreasi untuk pentas budaya hajatan besar Owabong ini. Tarian ini akan ditampilkan tiap momen penting Owabong.
Di Owabong, prosesi ruwatan mulai dijalankan. Tiga gadis yang masih lajang didaulat mengambil mata air di Sendang Tirta Panguripan, sebuah kolam besar mata air kehidupan.
Mata air ini lalu ditampung dalam kendi besar berwarna keemasan di altar utama ruwatan. Tetua adat setempat kemudian merapalkan doa-doa di atas kendi tersebut.
Mereka yang percaya keberkahan mata air ini mengantre untuk mendapatkan sesiwur air untuk membasuh muka dan kepala. Antrean dimulai dari Plt Direktur Owabong diikuti staf dan warga.
Selain menjadi upacara tradisi, momen ruwatan ini juga memberi suguhan berbeda bagi pengunjung Owabong yang membeludak hari itu. Sebab, tak setiap saat pengunjung bisa menikmati sajian budaya khas kelokalan seperti ini.
“Penyelenggaraan ruwatan memang sengaja kami laksanakan hari Minggu sebagai atraksi wisata untuk menghibur pengunjung,” ucap Eko.***