Purwokertokita.com – Sejumlah petani karet di Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah beralih menanam cengkih menyusul makin anjloknya harga karet rakyat.
Salah satu petani, Turyono mengaku membabat pohon usia tua untuk ditanami cengkih. Ia juga menanam cengkih di sela tanaman muda sambil menunggu perkembangan harga beberapa waktu ke depan. Jika harga tidak berubah, tanaman muda ia pastikan akan turut ditebang.
“Kalau itu (yang tua-red) mending dihilangkan saja. Diganti dengan tanaman cengkih. Itu cengkih, meski pun tumbuhnya lama, tapi tiap tahun pasti panen,” katanya, Selasa (5/4).
Turyono mengungkap, pada awal 2016 lalu, harga karet Rp 6000 per kilogram. Namun, masuk Maret akhir harganya semakin rendah hingga mencapai Rp 4000 per kilogram. Itu saja, kata Turyono, tidak ada yang beli. Koperasi petani yang menaungi petani sudah lama tidak lagi membeli karet.
Turyono mengungkap banyak petani yang menunda penyadapan pohon yang sebenarnya sudah masuk usia produksi. Ada pula yang membiarkan karet tidak disadap lantaran tidak cukup untuk membayar tenaga penyadap.
“Jadi ya mendingan dibabat (ditebang-red) saja. Dijual kayu. Tempat saya kan daerah gunung, jadi mendingan cengkih,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Desa Madusari Kecamatan Wanareja, Yoes Sachri mengatakan rendahnya harga karet menyebabkan buruh harian lepas sadap karet terancam kehilangan pekerjaan.
Mempertimbangkan harga yang sedemikian rendah, hasil jual karet habis untuk menyadap dan proses pasca panen sebelum dijual. Petani skala kecil juga terancam bangkrut jika harga tak kunjung membaik.
Ia berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi yang melindungi produksi karet rakyat. Jika dibiarkan, dipastikan petani karet bakal gulung tikar.