PURWOKERTOKITA.COM – HIV dan AIDS adalah kondisi kesehatan yang serius dan perlu dipahami dengan baik oleh masyarakat. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, sedangkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan kondisi di mana sistem kekebalan tubuh sangat lemah akibat infeksi HIV.
Saat ini meningkatnya kasus HIV pada usia 15 sampai 24 tahun sangat memprihatinkan. Dari 1,5 juta orang yang terkena HIV. United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) memperkirakan 37,9 juta orang di dunia hidup dengan HIV.
Sebagian besar dari mereka berada di usia produktif 15-49 tahun. Di Indonesia, diperkirakan ada sebanyak 640.443 orang yang hidup dengan HIV (ODHA) di Indonesia dengan 49.000-50.000 kasus infeksi HIV baru pada 2019.
Kementerian Kesehatan melaporkan 377.564 kasus pada 2019 dan 86,5 persen dari kasus tersebut adalah usia produktif. Di sisi lain, dunia masih menghadapi tantangan dari sisi pemenuhan perlindungan sosial, terutama kaum muda, yang dapat membuat mereka jatuh pada kondisi lebih rentan akibat terinfeksi HIV/AIDS serta akses pengobatannya.
Seperti yang terlihat pada diagram diatas bahwa kebanyakan kasus HIV dialami pada usia 20-24 dan 25-49 tahun, yang masih tergolong para pekerja produktif.
Hal tersebut biasanya diakibatkan karena banyaknya kaum pemuda yang melakukan perilaku berhubungan seks, penggunaan narkoba suntik, konsumsi alkohol dan tato/tindik pada tubuh, dapat meningkatkan resiko terkena HIV. Selain itu, pengetahuan terkait penyebaran dan pencegahan HIV yang terbatas menyebabkan resiko peningkatan HIV.
Selain itu peningkatan kasus HIV juga dapat membawa dampak yang sangat buruk bagi perekonomian dan permasalahan di tempat kerja. Mengingat usia produktif adalah tulang punggung pada dunia kerja, apabila HIV dan AIDS makin meluas pada masyarakat pekerja, maka akan mengakibatkan berbagai dampak negatif seperti berkurang atau melemahnya sumber daya manusia pekerja, peningkatan biaya pengobatan dan perawatan, kehilangan hari kerja, situasi kerja tidak kondusif, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi penurunan produktivitas kerja dan mengancam kelangsungan dunia usaha.
Selain itu terdapat berbagai dampak HIV AIDS terhadap pekerja, terdapat program pendukung antara lain:
Program Perlindungan Sosial. Perlindungan sosial dinilai sensitif HIV jika mencakup orang yang berisiko terinfeksi HIV atau rentan terhadap konsekuensi HIV, berupa program yang mendukung akses ke layanan berkualitas terjangkau, termasuk perawatan, kesehatan dan layanan pendidikan, misalnya melalui asuransi kesehatan sosial dan pembebasan biaya sekolah.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Tempat Kerja. Kementerian Ketenagakerjaan telah berupaya untuk mendorong penerapan program K3 di tempat kerja, termasuk mengkaitkan dengan program HIV. Penghargaan HIV/AIDS yang merupakan upaya kerja sama dan kolaborasi antara Kementerian Ketenagakerjaan, asosiasi pengusaha, organisasi pekerja dan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Nasional (KPAN) dalam mendorong perusahaan untuk mencegah dan menghambat laju peningkatan kasus HIV/AIDS di dunia kerja.
Peran ILO dan Pemerintah dalam Pencegahan HIV di Tempat Kerja. ILO telah menyusun Rekomendasi ILO No. 200 tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja sejak tahun 2010. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menanggulangi epidemi HIV/AIDS dengan menargetkan pencapaian Tiga Zero (Zero infeksi HIV Baru, Zero Stigma dan Diskriminasi, Zero Kematian terkait AIDS) dengan strategi akselerasi Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan (STOP). Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan oleh berbagai sektor.
Selain itu, menurut Kementrian Ketenagakerjaan di Indonesia (Kamenker) juga melakukan upaya untuk melindungi pekerja dengan HIV/AIDS. Yaitu dengan melalui perluasan layanan akses konseling dan tes HIV bagi pekerja dengan pelaksanaan konseling dan testing HIV-AIDS di tempat kerja atau VCT (Voluntary Counseling and Testing at workplace), serta penyusunan buku panduan di tingkat nasional maupun regional.
Selanjutnya menurut Kemenkes juga melakukan upaya untuk melindungi pekerja dengan meningkatkan pengetahuan dan meningkatan kepedulian akan kebutuhan pribadi dan orang lain. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir masalah tersebut adalah dengan meningkatkan kapasitas petugas kesehatan berdasarkan PP 32 tahun 1996 dalam penanggulangan HIV/AIDS yaitu tentang menjamin ketersediaan ARV, Kepmenkes 1190 tahun 2004 yaitu tentang meningkatkan keterlibatan seluruh stakeholder masyarakat dalam menanggulangi HIV/AIDS dan upaya peningkatan pengetahuan serta penurunan praktek berisiko.
Sehingga HIV dan AIDS merupakan masalah serius yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, terutama di kalangan pemuda. Peningkatan kasus HIV pada usia 15-24 tahun menjadi perhatian, dengan dampak serius terhadap produktivitas pekerja, perekonomian, dan lingkungan kerja.
Upaya pencegahan dan perlindungan sosial, termasuk program Kesehatan dan Keselamatan Kerja, serta peran pemerintah dan ILO, menjadi kunci dalam mengatasi dampak HIV/AIDS di tempat kerja. Meningkatkan pengetahuan, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan kolaborasi antar stakeholder juga dianggap penting untuk mengatasi tantangan ini.
Penulis: Lisnawati Maryam & Raras Sekar K, Universitas Indonesia