Lumbung Pangan Jogo Tonggo Desa Muntang, Solusi Bertahan di Tengah Pandemi

Feature168 Dilihat
Warga Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, menyetorkan bahan makanan di lumbung pangan Jogo Tonggo RW 3, beberapa waktu yang lalu. /Foto: Dokumentasi Warga.

PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Pandemi Covid-19 menguras habis energi hingga unit terkecil komponen bangsa, individu. Bagi yang kuat masih bisa bertahan meskipun berat. Namun bagi golongan lemah, bisa bertahan adalah berkah.

Pandemi bukan saja menguji daya tahan tubuh seseorang. Pandemi juga menguji imunitas tradisi komunal bangsa, gotong royong.

Kelompok masyarakat dengan tradisi gotong royong yang kuat tak akan membiarkan hukum rimba menang di tengah resesi akibat pandemi. Mereka akan sekuat tenaga membantu yang lemah agar bisa sama-sama melewati badai pandemi.

Gotong royong telah teruji menyelamatkan bangsa dari situasi kritis pada era perjuangan kemerdekaan. Maka sekali lagi, gotong royong juga semestinya bisa menjadi kunci sukses selamat dari pandemi.

Inilah yang ditunjukkan warga Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga. Warga Muntang mendirikan lumbung pangan Jogo Tonggo sebagai upaya kolektif mempertahankan diri dari pandemik. Masyarakat yang mampu menyumbangkan bahan makanan yang kemudian didistribusikan ke warga yang menjalani isolasi mandiri.

“Inisiatif ini sebenarnya sudah ada sebelum pandemi, terus gayung bersambut ada program Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo soal Jogo Tonggo. Ya sudah sekalian saja dijalankan,” kata Raden Roro Hendarti, pegiat masyarakat Desa Muntang, Kamis (22/7/2021).

Pada awal 2020 ketika gelombang pertama pandemi menerjang, Desa Muntang memiliki program 10 Rumah Aman. Roro membagikan masker kepada warga yang menjalani isolasi mandiri. Ketika itu masker langka, jikapun ada harganya melambung tinggi.

Bantuan pangan mulai terkumpul dari urun warga sekitar. Bantuan kemudian dikelola agar lebih efektif dan efisien.

“Kantor Staf Kepresidenan sempat memberikan bantuan berupa masker, sarung tangan, hand sanitizer dan disinfektan. Waktu itu barang ini kan susah didapat,” tuturnya.

Pada puncak pandemi gelombang pertama, Gubernur Ganjar menggagas program Jogo Tonggo dengan tujuan yang mirip dengan program urun warga yang sudah berjalan.

Maka, program ini kemudian disatukan. Posko Jogo Tonggo menjadi lumbung pangan, tempat bahan makanan dari donasi warga dikumpulkan.

Di Desa Muntang ada tiga lumbung pangan Jogo Tonggo yang tersebar di tiga RW. Jika ada warga yang menjalani isolasi mandiri, mereka bisa menghubungi pengurus lumbung pangan dan bisa disuplai makanan siap konsumsi.

“Kami kirim nasi kotak dua kali sehari. Karena memasak menjadi hal yang menyulitkan bagi warga yang sedang isolasi mandiri,” ujar dia.

Namun seiring peningkatan kasus Covid-19, ekonomi wargapun semakin sulit. Donasi bahan makanan menurun. Padahal masih ada warga yang perlu bantuan.

“Kami sampai kelimpungan, terutama untuk kebutuhan sembako dan masker,” ucapnya.

Saat ini ada empat kasus aktif di Desa Muntang. Satu sedang menjalani perawatan di rumah sakit, dua isolasi mandiri, dan satu orang mengantre masuk rumah sakit karena kondisinya memburuk.

Sejak kasus Covid-19 memuncak, tidak mudah mencari persediaan tempat tidur di rumah sakit. Beruntung pasien ini masih tertolong setelah warga menyumbangkan persediaan oksigen pribadi.

“Saturasi oksigennya turun sampai 50. Tapi karena rumah sakit semua penuh jadi terpaksa isolasi mandiri di rumah. Beruntung tadi pagi warga ada yang menyumbangkan tabung oksigen,” tuturnya.

Gotong royong memang telah membudaya di Nusantara. Namun negara tidak bisa membiarkan warganya bergelut sendiri melawan pandemi yang tak jelas kapan berakhirnya. Negara semestinya hadir, jauh sebelum warganya mengibarkan bendera putih.

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan