Purwokertokita.com – Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pekan lalu rupanya berpengaruh terhadap pengrajin Tempe di Pliken Kecamatan Kembaran, Banyumas. Karena Trump, ukuran tempe terpaksa diperkecil.
Pengrajin tempe Desa Pliken, Sumarman mengemukakan hal ini disebabkan kenaikan harga kedelai sudah dirasakan sejak sepekan terakhir, atau sejak terpilihnya Trump menjadi presiden Amerika.
Perlahan dalam sepekan terakhir, harga kedelai impor yang menjadi bahan baku makanan tradisional, tempe, merangkak naik. Persoalan itu dirasakan perajin tempe di Desa Pliken Kecamatan Kembaran, Banyumas Jawa Tengah.
“Sekarang harga (kedelai impor) nya mencapai Rp 7.250 per kilogram, padahal biasanya hanya Rp 6.900 per kilogram,” katanya.
Bahkan, dalam kurun waktu beberapa hari terakhir, harga kedelai sudah mulai tak menentu.
“Seperti kemarin (Jumat, 11/11), harga kedelai waktu pagi hari masih Rp 7.150 per kilogram. Tetapi, saat saya beli di hari yang sama, sehabis Maghrib, harganya sudah Rp 7.250 per kilogram,” ujarnya.
Padahal, ia mengemukakan dalam satu hari butuh sekitar 47 kilogram kedelai untuk bahan dasar pembuatan tempe. “Kalau untuk Desa Pliken ada sekitar 568 perajin yang dalam seharinya butuh kedelai hingga 13 ton,” ucapnya.
Kondisi tersebut, jelasnya, membuat perajin harus mengeluarkan dana lebih dengan memotong keuntungan yang diterima per harinya. “Sekarang kami harus menambah dana ekstra termasuk beli daun dan plastik untuk membungkus tempe. Selain itu, kami harus mengecilkan ukuran tempe dan takarannya dikurangi,” ujarnya.
Ia mengemukakan, jika harganya dinaikan dapat menyebabkan pembeli tidak membelinya. “Misal, harga tempe bungkus Rp 250 per bungkus kami naikan, bisa-bisa nggak ada yang beli,” ujarnya.
Diakuinya, kenaikan harga kedelai impor dipengaruhi menguatnya mata uang Dollar Amerika Serikat. Sejak terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden negara Paman Sam, mata uang rupiah terus melemah.
Menurut yahoofinance, Jumat (11/11), mata rupiah berada di kisaran 13.200-an terhadap Dollar atau turun dibanding penitipan sebelumnya di angka 13.100-an. Sumarman mengakui, kenaikan dollar terhadap rupiah bisa menjadi faktor utamanya.
“Kalau dulu kan, ada tuntutan supaya bea masuk kedelai impor ditiadakan. Nah, sekarang sudah ngga ada lagi (bea masuk kedelai impor), tetapi kok masih naik harga kedelainya,” ucapnya.
Seorang ibu rumah tangga di Purwokerto, Evi mengeluhkan mengecilnya ukuran tempe.
“Katanya sih karena harga kedelai naik. Tapi semakin ke sini kayanya semakin mengecil ya, walau harganya nggak naik,” Pungkasnya.