Mulai saat itu, warga mulai percaya dengan inisiasi yang dilaksanakan Kasum. Melihat bukti tersebut, warga kemudian menyerahkan burung hantu tangkapan mereka kepada Kasum untuk ditangkar dan dipelihara.
“Jadi sekarang warga selalu melaporkannya atau memberikan burung hantu yang didapat kepada saya,” ujarnya saat berada di kandang penangkaran burung hantu yang tak jauh dari tempat tinggalnya.
Keberadaan burung hantu di lingkungan desanya selama ini menempati beberapa bagian rumah warga, lantaran hewan nocturnal ini tidak bisa membuat sarangnya sendiri.
“Ada yang tinggal di dalam rumah, dengan memasukinya melalui ventilasi. Tetapi ada beberapa rumah warga yang tidak menjadi ‘tempat tinggal’ burung hantu karena atapnya terbuat dari seng,” ujarnya.
Alhasil, kerjanya untuk menyadarkan warga untuk membasmi hama tikus dengan predator alami, burung hantu, semakin populer di kalangan masyarakat. Diakuinya, hingga saat ini ada sekitar 70-an rubuha yang didirikan di tengah areal persawahan tempatnya.
“Kami dibantu dari beberapa pihak, seperti Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto yang memberikan dana untuk pembuatan rubuha serta pelatihan untuk burung hantu,” jelasnya.
Pelatihan burung hantu dibuat untuk melatih ketajaman burung hantu dengan memberikannya umpan makanan berupa tikus sawah. “Di pusat pelatihan ini (burung hantu) ada sekitar 14 ekor burung yang dilatih. Setiap hari, saya harus mencari tikus sawah hingga 30 ekor untuk makan mereka,” jelasnya.
Diakuinya, jika tidak memberikan makanan kepada burung hantu tersebut, bisa jadi burung hantu akan memakan burung hantu yang lain. “Ternyata burung hantu ini, kanibal. Pernah kejadian tidak diberikan makan, ada burung yang dijadikan mangsa bagi burung lainnya. Ada beberapa yang sudah saya temukan mati,” ucapnya.
Pusat pelatihan burung hantu didirikan di atas lahan seluas 54 meter persegi dengan ketinggian mencapai tujuh meter. Dalam pusat pelatihan tersebut, terdapat beberapa rubuha yang dihadapakan ke arah utara atau selatan, sama halnya seperti rubuha di tengah sawah yang dibangun dari dana bantuan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto.
“Karena kalau rubuha dibangun menghadap barat atau timur akan mendapai sinar matahari secara langsung. Hal tersebut sebenarnya yang kami hindari, selama mendirikan rubuha,” ucapnya.
Tak hanya sampai hanya penangkaran saja, tetapi warga dan petani mengajukan peraturan desa yang disampaikan kepada pemerintahan desa setempat untuk membuat peraturan desa mengenai larangan agar warga dilarang berburu Tyto Alba. “Hasilnya sampai saat ini sudah dijadikan aturan desa dan setiap warga yang mendapatkan burung hantu langsung diserahkan kepada saya,” jelasnya.
Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan BI Purwokerto, Djoko Juniwarto mengemukakan bantuan yang diberikan pihaknya kepada petani di Maos Kidul pada tahun 2014 berupa pembuatan rubuha sebanyak 50 buah yang diletakkan di tengah sawah. “Sengaja diletakkan di tengah sawah agar jauh dari jalan dan kebisingan,” ujarnya.
Diakui Djoko, masyarakat Desa Maos Kidul menikmati kerja-kerja yang dilakukan Kasum. Bahkan, panen beras yang dihasilkan cukup besar usai mengembangkan predator lokal tersebut. “Setidaknya ini juga sebagai program untuk membantu pemerintah dalam menekan laju inflasi yang selama ini dalam sektor pertanian, terutama beras memiliki andil di dalamnya,” ucapnya.
Bahkan, keberhasilan tersebut mendorong pemkab Cilacap untuk mengembangkannya di kawasan lain. Pun reduplikasi serupa juga dilakukan di wilayah lain oleh Bank Indonesia Purwokerto. “Kami mereplikasinya di tiga desa di Banyumas, dengan jumlah rata-rata 12 unit di setiap desa,” ucapnya.
Uwin Chandra