Aktivis : Dokumen Lingkungan PT SAE Adalah Kebohongan Publik

Lingkungan241 Dilihat
Aktivis Aliansi Selamatkan Slamet saat menunjukan dokumen UKL-UPL milik PT SAE, pelaksana proyek panas bumi wilayah kerja Baturraden, Senin (24/07).

Purwokertokita.com – Aktivis Aliansi Selamatkan Slamet menyatakan bahwa dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang dibuat oleh PT Sejahtera Alam Energy (SAE), pelaksana proyek panas bumi di wilayah kerja Baturraden adalah kebohongan publik.

Muflih Fuadi, Koordinator Aliansi Selamatkan Slamet mengatakan, tempo hari saat BEM MIPA Unsoed menyelenggarakan sebuah diskusi publik yang juga dihadiri pihak Greencap (konsultan lingkungan PT SAE), Ir. Eko Dewanto dari Fakultas Pertanian Unsoed menyatakan dan mengatakan kalau UKL-UPL PT SAE sangat tidak ilmiah.

“Dokumen UKL-UPL PT SAE adalah kebohongan publik yang dinyatakan sendiri oleh sekretaris tim penyusun UKL-UPL, Ir. Eko Dewanto dosen Fakultas Pertanian Unsoed. Karena berhasil saya patahkan semua logika ilmiahnya pada saat itu,“ kata Muflih, saat acara seminar Panas Bumi sebagai Sumber Energi Terbarukan yang Ramah Lingkungan, di Auditorium Fakultas Pertanian Unsoed, Senin (24/07).

Muflih juga menambahkan, dokumen UKL-UPL PT SAE menyatakan tidak menemukan spesies-spesies tertentu di Gunung Slamet. Menurut Muflih, pihaknya siap mengimbangi PT SAE terkait data-data tentang Gunung Slamet.

“Kalian punya data apa sih tentang Gunung Slamet, kok bisa mengatakan proyek ini dampaknya tidak besar. Mereka menyatakan tidak menemukan spesies-spesies tertentu. Kalau masalah data tentang gunung slamet, saya dan teman saya mbak Elisabeth siap mengimbanginya,” ujar Muflih.

Budi Tartanto, perwakilan dari komunitas Cilongok Bersatu (Ciber) juga menyampaikan penolakan terhadap proyek panas bumi yang masih berlanjut. Pihaknya mempertanyakan tentang kemungkinan terjadinya bencana sebagai dampak proyek eksplorasi dan eksploitasi panas bumi yang dilakukan oleh PT SAE.

“Ini proyek gede, yang bertanggungjawab kalau ada banjir bandang atau bencana lainnya siapa? Mau nggak PT SAE bertanggungjawab? Harus ada pernyataan hitam di atas putih. Ini bukan proyek ramah lingkungan, tapi proyek ‘tega’,” ujar Budi.

Pihak PT SAE yang diwakili oleh Bintang Sasongko, kepala teknik pengeboran panas bumi PT SAE tidak bersedia memberikan tanggapan atas pernyataan yang disampaikan oleh perwakilan Aliansi Selamatkan Slamet.

Sementara itu, Bambang Purdiyantoro, dari Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM menyampaikan, proyek panas bumi di Gunung Slamet butuh waktu tujuh tahun sampai operasional. Karena itu dia meminta masyarakat menunggu dulu agar bisa tahu hasilnya.

“Proyek ini butuh waktu tujuh tahun sampai operasional. Jadi tunggu dulu sampai selesai biar tahu hasilnya. Di daerah lain yang sudah jadi, masyarakat malah berterima kasih dengan keberadaan PLTP,” katanya.

Bambang menyebutkan, dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia, tahun 2022 Indonesia bisa menjadi nomer satu di dunia dalam pemanfaatan energi panas bumi, di atas Philipina.

“Kalau dokumen UKL-UPL PT SAE dianggap tidak sesuai dan bisa dipatahkan secara ilmiah, ya ayok kita head to head, tapi ada aturannya. Ini proyek strategis nasional, bahkan di beberapa tempat proyek seperti ini menjadi obyek vital nasional,” pungkasnya. (YS)

Tinggalkan Balasan