Purwokertokita.com – Geolog Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Fadlin menyatakan, kondisi perbukitan di Desa Watuagung sangat rawan longsor. Ia merekomendasikan ratusan jiwa di desa itu untuk direlokasi.
“Setelah melakukan penelitian di lokasi longsor, secara lugas saya katakan bahwa pilihan yang tepat untuk daerah itu adalah relokasi,” kata Fadlin.
Ia mengatakan, secara umum curah hujan di Jawa Tengah selatan masih cukup tinggi. Hujan lebat itu bisa memicu terjadinya gerakan tanah atau longsor.
Menurut dia, saat ini relokasi bagi warga di daerah longsor Watuagung adalah harga mati. Secara geologi, kata dia, daerah Watuagung memiliki morfologi dengan kemiringan lereng yg sangat curam.
Batuan yang sudah mengalami ubahan secara hidrotermal maupun secara pelapukan permukaan yang menghasilkan tanah lempung yang berfungsi sebagai bidang gelincir di tambah lagi faktor struktur geologi berupa kekar maupun rekahan yang cukup intensif dilokasi akan menggagu kestabilan tanah di daerah tersebut.
Kesemuanya itu akan dapat memperlancar terjadinya longsoran. ”Tinggal menunggu pemicu baik berupa iklim (curah hujan) maupun faktor pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya,” katanya.
Ia mengatakan, jika satu zona itu dikatakan level nya sangat rawan, itu berati kontrol geologi cukup kompleks, dan terkadang dengan intensitas hujan ringan pun dapat terjadi gerakan tanah. “Sehingga kita tidak bisa memastikan hanya intensitas hujan tinggi saja yang menjadi pengontrol. Sekali lagi saya lebih sepakat relokasi ke daerah yang relatif aman,” kata dia menegaskan.
Prakirawan BMKG Cilacap, Teguh Wardoyo mengatakan, potensi hujan masih akan terjadi hingga Lebaran.
Bahaya Laten Longsor
Koordinator Tambak Crisis Center, Aris Andrianto mengatakan, bahaya longsor Tambak masih belum berakhir. “Berdasarkan pantauan dan pemetaan kami di Grumbul Plandi selama sepekan terakhir, masih ada 14 titik yang rawan longsor,” katanya.
Grumbul Plandi merupakan grumul paling ujung atas dari Desa Watuagung. Ada tiga sungai yang yang melintas di grumbul ini dan mengalir ke Sungai Tambak. Sungai Tambak inilah yang mengalir hingga jauh melewati Kecamatan Tambak.
Grumbul Plandi berada di lembah yang dikelilingi perbukitan Mahameru. Bentuknya seperti tapal kuda di mana Grumbul Plandi berada di tengahnya.
Di sisi tenggara, ada longsoran besar yang menerjang grumbul dan masih berpotensi longsor kembali. Sedangkan di barat laut ada tujuh titik di puncak bukit yang sudah longsor. Sedangkan di sisi utara, tanah bergerak seluas lima hektare.
“Kami memang memprioritaskan pemetaan Grumbul Plandi, sebab jika Plandi longsor, lumpur dan air akan masuk ke Sungai Tambak dan menerjang hingga daerah bawah,” katanya.
Ia berharap pemerintah khususnya BPBD Banyumas tidak hanya berorientasi pada pemulihan akses jalan dan transportasi. Menurut dia, dampak ikutan ke depan juga harus diperhatikan oleh pemerintah. “Pemerintah harus melakukan penanganan berbasis kawasan,” ujarnya tegas.
Aris menambahkan, BPBD selama ini hanya berorientasi pada korban tapi bukan pada konteks bencana secara luas. Termasuk respon isu soal ibu hamil di Grumbul Plandi. Bukannya membawa dokter spesialis kandungan, tapi malah merespon isu tentang HPL ibu hamil.
“Seharusnya intensif melakukan pendampingan terhadap ibu hamil apalagi ini di daerah bencana, bukan malah reaktif terhadap isu,” katanya.