Metamorfosis Penyintas Narkoba di Balai Satria Baturraden Banyumas

Feature114 Dilihat
Alfi Sena menunjukkan bantuan dari Kemensos RI untuk usaha distro Rembaka binaan Balai Satria Baturraden, 11 April 2021. /Foto: Rudolf

PURWOKERTOKITA.COM, BANYUMAS – Alfi Sena (26) beranjak dari kursinya lalu melangkah ke hadapan publik. Senyumnya mengembang. Ia dan kawan-kawan penyintas narkoba di pusat rehabilitasi Balai Satria Baturraden, Kabupaten Banyumas menerima bantuan Rp 15 juta dari Kementerian Sosial untuk mengembangkan usaha konfeksi di Distro Rembaka Clothing.

Nama Rembaka terambil dari kata dalam bahasa Sansekerta “remboko” yang artinya berkembang bersama. Nama itu membawa semangat dan harapan untuk maju bersama usai mentas dari jerat narkotika.

Sena adalah penyintas narkoba yang terbilang beruntung. Ia memiliki keluarga yang berjasa melepaskannya dari kecanduan sabudan putau.

Sena mengenal narkoba dari pergaulan semasa kecil. Ia mengaku mulai minum minuman keras sejak kelas 6 SD.

Perlahan, ia mulai penasaran dengan narkoba. Lingkungan pergaulan yang mendukung membuatnya mudah terjerumus menjadi pengguna.

Sekali dua kali, ia kemudian mulai terbiasa. Ia mulai kecanduan. Ia bahkan rela mencuri uang orangtuanya agar bisa membeli barang terlarang itu.

“Saya membantu orangtua jualan di warung, saya mencuri uang orangtua untuk beli,” ujar dia.

Pada tahun 2018 ada peristiwa yang menjadi titik balik bagi Sena. Teman sepersabuannya meninggal dunia setelah enam hari tak makan dan tak tidur.

Sejak saat itu, mulai timbul rasa takut. Ia masih ingin hidup lebih lama. Ia tak ingin bernasib sama dengan temannya, mati muda karena narkoba.

“Saya sampai takut tidur karena setiap tidur saya selalu mimpi buruk,” kata dia.

Ia kemudian mulai terbuka dengan keluarga. Ia mengutarakan keinginanya sembuh dari kecanduan narkoba. Keluarganya menyambut baik keinginan itu.

Pada tahun 2019, ia dan keluarga konsultasi ke Badan Narkotika Nasional (BNN) Banyumas. BNN kemudian merekomendasikan agar Sena menjalani rehabilitasi di Balai Satria Baturraden.

“Saya masuk 2019, 25 Februari,” kata dia yang masih mengingat jelas masa-masa kelam hidupnya.

Di Balai Satria, ia menjalani rehabilitasi selama delapan bulan. Ia mengikuti kegiatan bimbingan mental, kerohanian, olahraga hingga keterampilan. Balai Satria menyediakan berbagai macam pelatihan keterampilan, antara lain sablon, tata boga, barbershop, dan public speaking.

Pengunjung Distro Rembaka binaan Balai Satria Baaturraden, Banyumas, 11 April 2021. /Foto: Rudolf

Ia memilih keterampilan sablon. Hasilnya, ia dan teman-temannya menjalankan usaha konfeksi dan suvenir di Distro Rembaka. Mereka kini memproduksi kaos, mug, tote bag dan sepatu.

Usaha ini berdiri atas inisiatif Balai Satria. Selain distro, Balai Satria juga membuat kafe. Kafe ini terintergarasi dengan pusat informasi dan edukkasi serta layanan konsultasi Balai Satria, sehingga masyarakat bisa lebih rileks ketika hendak berkonsultasi. Kafe juga dikelola para penyintas yang disebut penerima manfaat.

“Selama ini rehabilitasi kan terkesan serem, dengan adanya kafe konsiltasi bisa sambil ngopi. Jadi mengubah kesan tempat rehabilitasi yang terkesan serem jadi lebih humanis,” ujar Kepala Balai Satria Baturraden, Hendra Permana.

Kafe dan distro yang didirikan ini merupakan ikhtiar menyiapkan kemandirian para penerima manfaat. Kelak setelah mereka pulih dari kecanduan, mereka memiliki keterampilan sebagai bekal untuk menjalani kehidupan baru.

Kesibukan ini penting agar mereka tidak kembali ke masa lalu. Sebab, kunci terhidar dari jerat penyalahgunaan narkotika ialah memiliki aktivitas yang positif dan produktif.

“Sehingga setelah kembali ke tengah masyarakat mereka punya bekal untuk hidup mandiri,” ucapnya.

Hendra menambahkan, banyak di antara penerima manfaat yang berhasil berwira usaha dengan bekal keterampilan dari Balai Satria. Di Banjarnegara, ada yang sukses budidaya kentang, di Wangon Banyumas ada yang sukses usaha makanan beku sampai membuka cabang, dan di Mojokerto ada yang sukses membangun usaha sepatu.

Kisah sukses ini merupakan kabar gembira sekaligus capaian bagi para tenaga pembina di Balai Satria. Sebab, tidak mudah mengubah kebiasaan lama yang menuju kebiasaan baru yang positif dan produktif.

Tinggalkan Balasan