Purwokertokita.com – Para kepala desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mendesak pemerintah daerah Cilacap menerbitkan peraturan mengenai kewenangan pengelolaan sumberdaya desa.
Ketua Paguyuban Asosasi Perangkat Desa Indonesia (Apdesi) Wahyu Manunggal Cilacap, Teguh Budi Suhartono mengatakan regulasi kewenangan pengelolaan sumberdaya ini penting untuk membagi kewenanganan pengelolaan antara pemerintah daerah dengan pemerintah desa.
“Ini sekaligus juga untukagar Pendapatan Asli Desa (PADes) di Cilacap akan terdongkrak naik,” jelasnya, Sabtu (2/4).
Saat ini, kata Teguh yang juga Kepala Desa Sidareja, terjadi tumpang tindih hak pengelolaan atas aset dan sumberdaya di desa. Teguh bercerita, desanyatidak mendapat hak atas retribusi terminal dan parkir.
“Saya melihat bahwa kebijakan di level kabupaten justru levelnya lebih banyak mengatur ruang-ruang terapan masyarakat desa dibandingkan kemudian mengurus regulasi yang sifatnya dimandatkan Undang-undang Desa,” bebernya.
Padahal, terminal berdiri di atas tanah desa. Selain itu, masih ada juga pasar desa yang kewenangan pengelolaannya seperti berebut dengan pemerintah daerah.
Regulasi penetapan kewenangan desa ini, kata Teguh, juga penting sebagai patokan untuk membuat peraturan desa. Dengan demikian, antara peraturan mulai level desa hingga pusat tidak saling bgertentangan.
“Misalnya, Perbup soal kewenangan desa. Tidak ada satu pun bupati di Indonesia berani menetapkan. Padahal di situ lah sebenarnya, mandat undang-undang. Yang menempatkan pembagian kewenangan desa, kabupaten dan negara,” ungkap Teguh.
Sementara, Deputi Direktur Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Arie Sudjito mengatakan tumpang tindih kewenangaan antara desa dan pemerintah daerah masih marak terjadi di Indonesia.
Menurut dia, hal ini disebabkan interpretasi atau pemaknaan Undang-undang Desa. Padahal, kata Arie, dalam UU Desa pemerintah desa otonom untuk merancang program dan menentukan anggaran.
Logikanya, kata Arie, desa juga memiliki kewenangan atas hak pengelolaan sumberdaya di desanya. Hal ini sekaligus dilakukan untuk mendorong kemandirian desa agar tidak selalu bergantung pada program pemerintah.