Purwokertokita.com – Gerhana matahari total pernah terjadi tahun 1983 silam. Sayangnya, tidak banyak cerita yang bisa digali dari saksi sejarah fenomena alam tersebut. Cerita intimidatif, minim ilmu pengetahuan, jauh dari nilai pendidikan lebih mendominasi.
“Rata-rata cerita mengenaskan. Ada yang tidak berani keluar rumah, sembunyi di kolong meja atau ranjang, serta kejadian aneh lainnya. Tahun 2016, budaya dan peradaban sudah berubah maju, informasi juga mudah kita akses,” kata Kepala Madrasah Ibtidaiyyah Maarif NU 1 Pancurendang, Moh Ali Maruf.
Gerhana matahari total, Rabu (9/3) bagi Ali Maruf menjadi momentum tarbiyah (pedidikan) bagi anak didiknya. Sudah semestinya, fenomena alam tersebut disikapi sesuai tuntunan Rasulullah Muhammad SAW. Termasuk informasi ilmiah pendukung lainnya yang mencerdaskan.
“Makanya, kami menggelar shalat sunnah kusuf al syams (gerhana matahari) bersama komite sekolah, murid, orang tua, tokoh masyarakat dan warga sekitar. Kami selenggarakan di sekolah, sekaligus meneguhkan ini bagian dari pendidikan (tarbiyah),” kata suami dari Umi Nurjanah tersebut.
Diharapkan, kelak generasi anak didik sekarang bisa memberi informasi pada anak cucu dan paham apa yang semestinya dilakukan, dengan tidak meninggalkan unsur ibadah. “Sekaligus, ini menjadi semacam praktik ibadah, karena shalat gerhana itu jarang dilakukan. Kami sangat berharap semua terkesan dan bertambah ilmu,” katanya lagi.
Wakil Ketua DPRD Banyumas, Slamet Ibnu Anshori, menyebut keterbukaan dan perkembangan teknologi informasi, menjadikan fenomena gerhana matahari sedemikian booming. Sayangnya, tidak semua menyikapinya dengan bijak, proporsional dan bermanfaat.
“Dampak teknologi informasi itu seperti dua sisi mata pedang, baik dan buruk. Apa yang dilakukan MI Maarif Pancurendang insyaallah baik dan berdampak jangka panjang. Memanfaatkan teknologi informasi untuk kemaslahatan,” kata wakil rakyat dari Fraksi PKB tersebut.
Slamet juga menambahkan, secara struktural Kepala Kemenag Banyumas sebenarnya sudah menghimbau untuk melakukan shalat gerhana. Baik struktur melalu KUA, juga melalui jaringan penyuluh agama Islam. “Itulah bedanya, sekarang kita menerima informasi dan melakukan sesuatu berbasis ilmu, bukan propaganda,” tandasnya.