Pekerja Jalanan di Banyumas Minta Perda Ini Dicabut

Peristiwa227 Dilihat
Massa dari Paguyuban Pekerja Jalanan Banyumas (PPJB) menggelar aksi demonstrasi menolak penerapan Perda No 16 Tahun 2015 di depan Kompleks Pendapa Si Panji Purwokerto, Selasa (19/1). Mereka meminta aturan tersebut dicabut. (Istimewa/Purwokertokita.com)
Massa dari Paguyuban Pekerja Jalanan Banyumas (PPJB) menggelar aksi demonstrasi menolak penerapan Perda No 16 Tahun 2015 di depan Kompleks Pendapa Si Panji Purwokerto, Selasa (19/1). Mereka meminta aturan tersebut dicabut.
(Istimewa/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Ungkapan kekecewaan tertumpah dari ratusan pekerja jalanan yang ada di wilayah Banyumas, Jawa Tengah, dalam aksi unjuk rasa di Alun-Alun Purwokerto, Selasa (19/1). Kekecewaan tersebut berpangkal pada penerapan peraturan daerah (Perda) No 16 Tahun 2015 tentang penanggulangan penyakit masyarakat.

Massa aksi yang tergabung dalam Paguyuban Pekerja Jalanan Banyumas (PPJB) menilai, jika Pemerintah Kabupaten Banyumas bersikukuh menerapkan aturan tersebut maka akan semakin memiskinkan masyarakat dari kalangan pekerja jalanan. Karena itu, massa aksi meminta agar Perda Nomor 16 Tahun 2015 tersebut dicabut.

Koordinator aksi, Sapto Septiadi mengemukakan, pada pasal 39 Perda Nomor 16 Tahun 2015 berpotensi pada proses pemidanaan bagi pekerja jalanan. Menurutnya, hal tersebut akan semakin menyengsarakan pekerja jalanan yang notabene adalah bagian dari kaum miskin kota.

“Mungkin maksud Pemda Banyumas adalah mengentaskan kami dari kemiskinan tapi yang kami rasakan justru sebaliknya. Pemidanaan terhadap pekerja jalanan yang tertuang dalam pasal 39 Perda No. 16 Tahun 2015 adalah bentuk pemeliharaan yang membuat kami tetap miskin dan terlantar,” katanya, Selasa (19/1).

Ia mengemukakan, walau dalam Pasal 34 ayat 1 UUD 1945 tertulis “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”, Pemkab Banyumas dinilai mengejahwantahkannya dalam arti yang berbeda dan dituangkan dalam perda Kabupaten Banyumas Nomor 16 Tahun 2015.

“Bagaimana bisa kita terentas dari kemiskinan atau sekedar memenuhi kebutuhan jika lapangan pekerjaan tidak tersedia, pendidikan tidak terjangkau, namun orang-orang ditakut-takuti denda dan penjara ketika mereka mengapresiasi nyanyian kami di jalanan,” ujar Sapto.

Dalam aksi tersebut, mereka membawa berbagai macam poster yang menentang diberlakukannya Perda Nomor 16 Tahun 2015 yang akan diberlakukan oleh Pemkab Banyumas. Meski sempat ditanggapi anggota DPRD Banyumas yang menemui mereka, namun peserta aksi tidak puas dengan respon yang disampaikan wakil rakyat tersebut.

Aksi tersebut diikuti beberapa elemen masyarakat, mahasiswa, dan aktifis sosial di Banyumas. Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Banyumas, Srie Yono mengemukakan, aksi unjuk rasa ini akan menjadi bahan pertimbangan untuk dibahas ke depannya.

“Aksi ini akan kami bahas, aspirasinya harus diterima. Nantinya akan dibahas dengan dewan dan juga meminta pendapat mereka yang diluar pekerja jalanan, apakah mereka terganggu atau nggak dengan adanya pengemis, sehingga harus seimbang,” ucapnya.

Dalam aksi tersebut, massa PPJB menuntut beberapa poin kepada Pemkab Banyumas, yakni penyediaan lapangan perkerjaan sebagai bentuk pengentasan kemiskinan, menyediakan sekolah gratis hingga jenjang perguruan tinggi, transparansi juklak dan juknis dalam penyusunan serta implementasi perda, mencabut plang ancaman pemidanaan pekerja jalanan dan mencabut perda No. 16 Tahun 2015 hingga Pemda Banyumas bisa memenuhi poin sebelumnya.

Tinggalkan Balasan