Purwokertokita – Meski gelombang tinggi masih menghantui perairan selatan Jawa Tengah, ratusan nelayan di Cilacap panen ubur-ubur. Panen ubur-ubur sendiri terjadi sejak 10 hari terakhir di wilayah perairan tersebut.
Seorang pengelola usaha ubur-ubur di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC), Afui (50) mengemukakan dalam sehari pihaknya bisa mengepul hingga 50 ton ubur-ubur dari nelayan. “Ubur-ubur yang ditangkap nelayan merupakan ubur-ubur matahari yang bisa dikonsumsi,” ujarnya saat ditemui di tempat kerjanya, Senin (5/10).
Ia mengemukakan, panen ubur-ubur sudah dirasakan sejak 10 hari terakhir di kawasan perairan selatan Cilacap. Meski begitu, ia mengaku saat ini pihaknya tidak bisa menampung semua hasil ubur-ubur yang ditangkap nelayan. “Karena tempatnya terbatas, kami tidak bisa mengambil semua hasil tangkapan nelayan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan panen ubur-ubur yang terjadi saat ini sebenarnya bergantung cuaca. Meski begitu, ia mengemukakan harga beli ubur-ubur dari nelayan sekitar Rp 1.200 per kilogram.
“Biasanya panen ubur-ubur bisa sampai dua hingga tiga bulan, tetapi bergantung pada cuaca juga. Untuk satu kilogram, kami membeli dari nelayan sekitar Rp 1.200. Tetapi, satu ekor ubur-ubur biasanya bisa mencapai berat hingga dua kilogram,” tuturnya.
Menurutnya, setelah ubur-ubur dikepul, biasanya akan melalui beberapa tahap pengeringan sebelum diekspor ke beberapa negara di kawasan Asia Timur. Beberapa negara yang menjadi negara tujuan ekspor tersebut, seperti Cina, Hongkong, Taiwan dan Jepang.
“Minimal butuh waktu hingga 10 hari hingga kering. Biasanya kalau untuk ekspor, bisa satu kontainer hingga 1.100 ember, untuk satu ember beratnya bisa mencapai 18 kilogram. Biasanya ubur-ubur ini dijadikan makanan ketika sudah dikirim,” jelasnya.
Meski demikian, ia mengaku ada butuh berton-ton garam dan tawas untuk mengolah ubur-ubur yang ditangkap agar siap ekspor. “Biasanya, butuh berton-ton garam dan tawas untuk proses pengeringan ubru-ubur,” jelasnya.
Uwin Chandra