Purwokertokita.com – Rumah Budaya Nagasasra Banjarnegara menggelar Lomba Dalang Anak 2015. Lomba dalan ini akan digelar mulai Selasa-Rabu (15-16 Desember 2015).
“Pagelaran dalang cilik ini sebagai ruang apresiasi bagi para penerus seni pedalangan itu” Kata penggagas Rumah Budaya Nagasasra Desa Merden Kecamatan Purwanegara Banjarnegara, Budhi Hermanto, Rabu (2/12).
Ia mengatakan, lomba dalang anak ini terbuka untuk anak-anak dengan usia 10-15 tahun. Jenis penampilan lomba merupakan pakeliran padat, naskah disediakan panitia.
Masih menurut Budhi, ada tiga lakon pilihan yang disediakan panitia. Yakni, Babad Alas Wanamarta, Jabang Tetuka, dan Dewa Ruci. “Panitia menyediakan iringan tapi peserta boleh membawa tim iringan sendiri,” katanya. Sembari menambahkan kalau jumlah peserta tahun ini dibatasi.
Ia mengatakan, seni pertunjukan, khususnya pertunjukan seni tradisi saat ini mengalami stagnasi. Ia tak lagi menjadi pertunjukan yg banyak dinikmati oleh masyarakat. Jika dulu beragam pertunjukan seni tradisi sering dijumpai pada acara hajatan warga di kampung-kampung, sekarang hampir tak pernah ada pertunjukan seni tradisi yg bisa dinikmati. Kalau toh ada, setahun sekali dalam acara ritual atau peringatan hari tertentu.
Menurut dia, seni tradisi sesunggguhnya bukan hanya hiburan semata, ia juga membawa nilai dan beragam makna yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sayangnya saat ini sulit dicari pengetahuan tentang itu.
Masih menurut Budhi, biasanya anak muda menjadi kambing hitam dari meredupnya seni tradisi. Anak muda dianggap tidak peduli dengan warisan kebudayaan masa lalu, anak muda dianggap lebih suka budaya pop yang modern dibanding seni budaya tradisional yang dianggap kuno.
“Ya, anak muda kerap dituding tidak mau meneruskan seni tradisi. Namun, sekarang dibalik, jika anak-anak muda mau mengembangkan seni tradisi, mana warisan para orang tua atas pengetahuan dalam bentuk teks dan dokumen yang bisa menjadi sumber pengetahuan untuk pelestarian seni tradisi itu? Gak banyak, kecuali cerita para pelaku seni tradisi, yang juga kurang lengkap,” ujarnya.
Menjawab tantangan pengembangan seni tradisi dan budaya itu, Budhi Hermanto beserta sejumlah anak muda dan pegiat seni tradisi di Merden, Banjarnegara menggagas berdirinya rumah budaya “Nagasasra” sebagai wadah pendokumentasian seni tradisi dan kebudayaan yang pernah ada dan berkembang di sekitarnya.
Wakil Bupati Banjarnegara, Hadi Supeno menanggapi positif geliat anak-anak muda dalam kegiatan pelestarian seni tradisi dan kebudayaan itu.
“Tentu saya sangat senang dan berterimakasih jika banyak anak muda yang masih peduli dan mau mengembangkan seni tradisi dan budaya lokal. Namun itu membutuhkan konsistensi dan keseriusan. Tantangan tidak sederhana, karena konsistensi itu mensyaratkan kesabaran, ketelatenan. Harus tahan terhadap proses,” katanya.
Menurut Hadi, salah satu persoalan dalam pelestarian seni tradisi adalah jika menjadikan seni tradisi itu hanya sebagai seni pertunjukan, tanpa memahami ritual dan makna (intangibel) yang terkandung. Turunannya dalam perilaku kehidupan keseharian.
“Dahulu seni tradisi berkembang karena ia berwanfaat sebagai piwulang bagi kehidupan, bahkan kadang sebagai media kritik atas laku hidup manusia,” ujarnya.
Aris Andrianto