Meringkas Seni Lokal dalam Gelar Kebudayaan Cilacap 2018

Ragam152 Dilihat
Seniman mementaskan seni cokekan, dalam Gelar Kebudayaan Cilacap 2018, di areal Gedung Dwijaloka Cilacap, Sabtu (5/5). (ar/purwokertokita)

Purwokertokita.com – Gedung Dwijaloka Cilacap menjadi saksi jejak seniman Cilacap selama ratusan tahun pada Gelar Kebudayaan Cilacap 2018 bertajuk “Rajutan Cilacap Masa Lalu dan Kini”. Tak hanya menggelar pameran, Dewan Kesenian Cilacap (DKC) serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Cilacap juga menyajikan pementasan seni tradisi dan kontemporer, Sabtu-Senin (5-7/5).

Selama tiga hari itu, pengunjung diajak menjelajahi berbagai sisi kebudayaan Kabupaten Cilacap dalam pameran kepurbakalaan mulai dari peta kuno Cilacap di masa kolonial Hindia Belanda sampai barang-barang pusaka diantaranya keris, kenthongan dan prasasti. Bangunan-bangunan bersejarah di atas usia 50 tahun diabadikan lewat seni fotografi.

Ratusan pegiat seni asal Cilacap dilibatkan dalam agenda tersebut. Seni kontemporer diwakili pameran 18 pelukis, juga pertunjukan seni kolaboratif pekeliran Jawa dan teater bertajuk “Karna Tanding”.

Ketua DKC, Imam Yudianto mengatakan latar belakang Gelar Kebudayaan Cilacap untuk mempertemukan keberagaman ekpresi kebudayaan di Cilacap. Kebudayaan mencakup segala kenangan masyarakat Cilacap berhubungan dengan lingkungan sekitarnya yang terlihat dari benda purbakala semacam Lumpang Alu dari abad ke-9, pusaka semisal keris sampai arsitektur bangunan kuno.

“Selain itu juga ditampung ekspresi kebudayaan di masa kini yang tertuang dalam berbagai karya lukisan serta seni kolaboratif. Intinya kami ingin menyatukan yang lampau dan kini. Meleburkan jarak antara tradisional dan modern,” kata Imam Yudianto, Minggu (6/5).

Untuk kepurbakalaan, Imam menerangkan penyediaan naskah kuno dibantu oleh Arsip Daerah Kabupaten Cilacap. Sedang benda kepurbakalaan, didukung oleh beberapa warga Cilacap yang menjadi kolektor.

DKC dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap juga mengapresiasi seni tradisional lewat pertunjukan ebeg dan cokekan.

Pertunjukan cokekan ini cukup menarik karena melibatkan perempuan paruh baya yang memainkan irama musik dengan mengetukkan talu di lesung. Di beberapa daerah, kesenian ini disebut dengan gubrak lesung.

Kesenian ini berkaitan dengan budaya agraris. Sekitar tahun 1980, para perempuan menabuh lesung sebagai seruan untuk berangkat ke sawah atau berkumpul untuk menyemarakkan hajatan warga. Beberapa lagu yang dimainkan antara lain “Jaran Kepang”, “Kopat Kopet” dan “Dawet Ayu”.

Kepala Bidang Kebudayaan Dindikbud Cilacap, Badruddin Emce, mengatakan mempertemukan kebudayaan masa silam dan masa kini Cilacap bukan perkara mudah. Gelar Kebudayaan Cilacap 2018 menjadi langkah awal memperlihatkan ringkasan pertumbuhan budaya di Cilacap yang kompleks dan merentang ratusan tahun.

“Setidaknya masyarakat bisa memahami daerahnya dengan menikmati pameran atau seni pertunjukan yang disajikan. Dari kegiatan ini, setidaknya bisa muncul apresiasi yang semoga berdampak pada khalayak luas bisa mengenal Cilacap lebih akrab,” ujarnya. (AR/NS-)

Tinggalkan Balasan