Purwokertokita – Pembongkaran gedung bekas kantor perusahaan ekspor-impor NV Ko Lie yang terdaftar sebagai Benda Cagar Budaya (BCB) di Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah menjadi bukti koordinasi yang lemah antara pewaris aset dengan pemerintah. Harus ada keberpihakan dari pemerintah melindungi aset sejarah yang merupakan jejak peradaban sebuah bangsa.
Gouw Shun Eng, tokoh etnis Tionghoa Banyumas, beberapa waktu lalu mengatakan, banyak ahli waris sebagai pemilik aset kurang paham sejarah dan terbelit masalah finansial untuk merawat bangunan cagar budaya milik leluhurnya. “Di sini, peran pemerintah dibutuhkan untuk memberi subsidi pembiayaan agar benda bersejarah di Banyumas bisa terus dipertahankan,” ungkapnya.
Bangunan bekas kantor perusahaan ekspor-impor terbesar di Jateng selatan tersebut kini tinggal puing. Bangunan yang sering disebut Rumah Tinggal Pecinan tersebut memiliki arsitektur Jawa-Tionghoa serta beberapa bagian berlanggam Eropa masa Renaissance.
Kantor bersejarah ini tercatat sebagai Bangunan Cagar Budaya sejak 5 Oktober 2004 dengan Nomor Inventaris/kode 11-02/Bas/34/TB/04. Bangunan tersebut dibangun sekitar akhir abad ke-18.
Shun Eng menuturkan, Banyumas semestinya mencontoh Pemkab Jepara yang berhasil mempertahankan permukiman Tionghoa di Lasem. Contoh lain yaitu Pemkot Semarang yang menggandeng berbagai komunitas mempertahankan Kota Lama. “Bangunan itu dipertahankan karena koordinasi bagus antara pemerintah dan pemiliknya,” kata dia.
Suhn Eng menyayangkan hancurnya salah satu tonggak sejarah etnis Tionghoa di Banyumas. Gedung NV Ko Lie tersebut, semestinya harus dipertahankan karena menjadi penanda eksistensi etnis Tionghoa dalam membuka perekonomian di wilayah Banyumas ratusan tahun silam.
Tidak Ada Konfirmasi
Kepala Seksi Tradisi, Sejarah Purbakala Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, dan Pariwisata Banyumas, Sarlan, mengungkapkan, pemkab sebenarnya telah menyampaikan imbauan kepada pengelola ke-59 benda terdaftar sebagai cagar budaya di Banyumas.
Imbauan tersebut terkait amanat Undang Undang Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya, agar apabila pengelola aset akan membangun atau merenovasi benda cagar budaya atau mendirikan bangunan di sekitarnya, agar mengajukan izin terlebih dahulu kepada Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jateng atau Pemkab setempat.
“Pembongkaran bangunan NV Ko Lie itu tanpa konfimasi. Di sekitar lokasi tersebut yang teregistrasi ada empat bangunan, setelah kami survei ternyata yang dibongkar dua bangunan. Sementara dua bangunan di sebelah utaranya masih ada,” kata dia. Pihak Dinporabudpar Banyumas telah melaporkan pembongkaran tersebut ke BPCB Jateng di Prambanan.
Pantauan Purwokertokita.com, kawasan rumah tinggal Pecinan yang kini tinggal puing ini sebelumnya digunakan ahli waris bangunan sebagai lokasi memelihara burung walet. Oleh karena produksinya semakin merosot pengelola tidak meneruskan usahanya dan membiarkan bangunan ini kosong.
Eko, warga yang tinggal di sekitar bangunan NV Ko Lie Sokaraja mengatakan, pembongkaran bangunan NV Ko Lie dilakukan oleh sejumlah orang dari Surabaya selama kurang lebih 40 hari. Mereka menggunakan truk tronton untuk mengangkut keramik, kayu, dan genteng antik yang tersisa. Pembongkaran dilakukan sejak Juni dan selesai sebelum Lebaran.
“Dari informasi pekerja yang membongkar, bangunan tersebut dibeli seorang kolektor asal Banyuwangi. Rencananya, dia akan membangun replika kantor NV Ko Lie ini di Bali,” katanya.
Kavin Kawindra