Purwokertokita.com, Cilacap – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap, Jawa Tengah mengidentifikasi sebanyak 30 desa rawan longsor. 64 desa atau kelurahan lainnya rawan banjir.
Sebagian besar wilayah rawan longsor itu berada di Cilacap bagian barat. Musababnya, sebagian besar desa berada di pegunungan, dengan kontur miring, tanah labil dan rawan gerakan tanah.
Bukti bahwa dua wilayah ini rawan longsor terpotret dari tragedi gerakan tanah di Dusun Cijeunjing, Cibeunying dan Dusun Jatiluhur, Desa Padangjaya, Kecamatan Majenang. Di dua desa ini ada 61 keluarga korban longsor yang mesti direlokasi.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) BPBD Majenang, Edi Sapto Prihono mengatakan di Cibeunying longsor menyebabkan sebanyak 35 keluarga terdampak pada 2015. Adapun di Jatiluhur, sebanyak 26 keluarga terdampak longsor rayapan pada 2017-2018.
Berdasar kajian Badan Geologi, dua permukiman tersebut sudah tidak layak huni karena berada di zona merah longsor. Jika tertap bertahan di permukiman tersebut, warga akan selalu terancam gerakan tanah.
“Tipenya rayapan. Mungkin pelan, tapi daya rusaknya sangat besar dan berbahaya,” kata Edi, Kamis (16/1/2020).
Dia bilang proses relokasi memerlukan waktu panjang. Sebab, dibutuhkan pembebasan lahan, kajian geologi, dan pengadaan perumahan. BPBD menarget relokasi bisa kelar tahun ini.
“Tahun ini targetnya pematangan lahan, dilanjutkan dengan pembangunan,” dia menjelaskan.
Menilik tingkat kerawanan bencana tanah longsor, BPBD Cilacap, terus berinovasi mengembangkan teknologi pencegahan bencana. Salah satunya yakni dengan Webbing cut dan penanaman rumput Vetiver.
Edi bilang Webbing cut adalah jala sabut kelapa. Sistem kerjanya jala itu menahan gerakan tanah atau erosi yang berpotensi memicu longsor lebih besar.
Webbing cut akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan rumput Vetiver, sejenis rumpat yang memiliki akar sepanjang dua meter lebih. Akar rumput akan mencengkeram tanah dan mengurangi potensi pergeseran tanah.
“Kita sudah sejak 2017-2018 memasang Webbing cut. Itu ada di beberapa desa, kalau tidak salah ada tujuh desa,” dia menerangkan.
Tujuh desa yang dipasang beronjong tersebut adalah Desa Bengbulang Kecamatan Karangpucung, Desa Mandala Kecamatan Cimanggu, Desa Pengadegan dan Ujungbarang Kecamatan Majenang, serta Desa Sumpinghayu Kecamatan Dayeuhluhur.
Tujuh wilayah ini rawan longsor. Bahkan, di Ujungbarang dan Pamulihan, sempat terjadi longsor yang menyebabkan puluhan keluarga direlokasi.
Untuk memastikan efektivitas rumput vetiver, Edi menyarankan agar penanaman dilakukan pada awal musim penghujan, atau setidaknya saat musim hujan masih panjang. Dengan begitu, tanaman akan cepat berkembang dan kuat kekeringan ketika tiba musim kemarau.
“Dari beberapa yang kita tanam. Ada yang mati karena waktunya tidak pas. Terus ketendang musim kemarau,” dia mengungkapkan.
Mengantisipasi puncak penghujan ini, BPBD Cilacap menyiagakan alat berat untuk mengantisipasi longsor dan banjir di Cilacap barat. Terlebih, sebagian besar wilayah di Cilacap bagian barat merupakan zona merah atau berisiko tinggi longsor.
Karenanya, peralatan lebih didekatkan agar penanganan bisa dilakukan lebih cepat dan tidak menimbulkan dampak susulan.
“Kita ada ekskavator untuk penanganan longsor dan sebagainya. Biasanya ditaruhnya di sini (UPT),” kata Edi Sapto, Kamis (16/1).
Dia mengungkanpan, ekskavator itu sekarang berada di Bantar, Kecamatan Wanareja untuk membuka saluran air dari tebing yang longsor dan sempat menyebabkan jalur utama antara Cilacap-Tasikmalaya di titik Bantar, Wanareja terdampak.
“Ya sama, seperti banjir yang di jalan nasional. Kalau hujan menyebabkan banjir lumpur dan berdampak untuk lalu lintas,” ujarnya.
Selain menyiagakan alat milik, BPBD Cilacap juga mengintensifkan koordinasi dengan lintas sektor untuk tanggap darurat bencana. Dengan begitu, penanganan bisa dibagi dengan keberadaan peralatan yang tepat.
“Hampir semua desa dari Kecamatan Karangpucung, Cimanggu, Majenang, Wanareja sampai Dayeuhluhur itu rawan longsor. Lebih dari 30 desa,” dia mengungkapkan.