Purwokertokita.com – Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Kabupaten Banyumas, Deskart Jatmiko menyatakan, Penyusunan Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Banyumas yang sudah disetorkan pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) RI masih jauh dari sempurna.
Menurut Deskart, masih terdapat data dan materi yang belum dimasukkan dalam database yang disusun sejak Februari 2018 lalu.
“PPKD Banyumas sudah diserahkan melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, 8 Oktober lalu. Masih banyak yang kurang sebenarnya,” kata Deskart ketika ditemui Purwokertokita.com, Rabu (24/10).
Deskart mengatakan, kekurangan tersebut seperti cagar budaya yang hanya berjumlah 317 dari data Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) ditambah 59 buah dari data Tim Ahli Cagar Budaya. Sementara puluhan cagar budaya di lereng Gunung Slamet belum masuk karena terkendala jarak dan waktu.
Kurangnya sumber daya manusia dan data yang akurat, Deskart menuturkan, menjadi kendala saat proses penyusunan. Meski demikian, Deskart meyakini, pendataan tersebut sudah mencapai 60 persen dari keseluruhan objek pemajuan kebudayaan yang wajib disetorkan.
“Masyarakat umum dapat memanfaatkan PPKD yang dilaporkan tersebut. Sebab, seluruh data akan diunggah di laman Kemdikbud. Data ini juga akan menjadi acuan dalam pembinaan serta perkembangan pendataan secara berkelanjutan di wilayah Banyumas,” katanya.
PPKD memuat 11 objek pemajuan kebudayaan, di antaranya kesenian, adat istiadat, tradisi lisan, manuskrip, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, bahasa, permainan tradisional, olahraga tradisional serta ditambah cagar budaya. Seluruh objek itu yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam melakukan pembinaan dan pemanfaatannya.
Deskart menjelaskan, dalam proses pendataan PPKD, ada banyak temuan baru. Temuan tersebut seperti manuskrip yang ternyata jumlahnya cukup banyak. Sementara yang baru disetorkan baru naskah yang sudah populer seperti Manuskrip Kalibening atau Babad Banyumas dan Manuskrip Menyuri di Tambaknegara.
“Masih membutuhkan pendalaman lagi pada setiap objek pemajuan budaya itu,” ujar Deskart. (NS/YS)