Purwokertokita.com – Pelaku kreasi dan inovasi yang ada di Purwokerto saat ini diharapkan bisa menjawab kondisi sosial dan ekonomi di masyarakat. Namun, persoalan yang dihadapi saat ini, para pelaku sewajarnya melek dengan hak kekayaan intelektual (HAKI).
Hal tersebut dikemukakan Kepala Sub Direktorat Edukasi Ekonomi Kreatif untuk Publik Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Indonesia, Muhammad Amin. Ia mengemukakan, HAKI saat ini menjadi sangat penting dalam ekonomi kreatif.
“Teman-teman belum melek HAKI. Semisal menemukan aplikasi atau ide hal yang harus pertama kali dilakukan adalah mendapat perlindungan dulu melalui HAKI-nya, baru kemudian dipasarkan,” katanya kepada Purwokertokita.com disela-sela kegiatan “Krenova Banyumas Keren” di lapangan Futsal GOR Satria, Minggu (22/2).
Keberadaan HAKI, menurut Amin diperlukan agar pelaku kreatif bisa memiliki paten yang nantinya akan bisa melindungi karya seseorang agar tidak ditiru dan diklaim oleh orang lain. Karena itu, lanjutnya, ciri pembeda ada pada HAKI agar pelaku juga mendapat benefit dari sisi ekonomi.
“HAKI itu masalahnya ada pada pelakuanya sendiri, kalau orang lain bikin (karya serupa) bagaimana? Bisa saja, kreator utamanya, nggak bisa klaim. Saat ini, ekonomi kreatif itu salah satu cirinya ada pada HAKI, karena itu nanti dilindungi karena akan menguntungkan penemu secara ekonomi dan melindungi masyarakat (konsumen),” tegasnya.
Diakuinya, para kreator dan inovator di Purwokerto mengeluhkan persoalan modal dan pemasaran. Namun, sebelum sampai pada persoalan tersebut, menurutnya, ada rantai ekonomi kreatif yang perlu diketahui sebelum menjadi bisa difasilitasi Bekraf.
“Ada beberapa tingkatan sebelum sampai pada titik itu, pertama kreasinya, produksi dan sustainability. Kalau yang saya lihat di Purwokerto sendiri baru pada titik kreasi. Nah, kalau kemudian sudah sampai tahap perputaran ekonomi dan hak kekayaan intelektual ini nanti yang jadi ranahnya Bekraf,” jelasnya.
Menurutnya, dalam “Krenova Banyumas Keren” ada beberapa inovasi dan kreasi yang sebenarnya menonjol dan menarik. Dia menyebut aplikasi panggilbibi dan helm anti maling yang sebenarnya bisa digarap lebih maksimal.
“Jadi sebenarnya inovasi dan kreasi yang dibuat semestinya harus berangkat dari kondisi sosial masyarakat. Coba bayangkan jika aplikasi panggilbibi bisa diterapkan, setidaknya ini akan bisa menambah manfaat bagi ibu rumah tangga yang membutuhkan asisten rumah tangga, atau helm anti-maling yang sebenarnya berangkat dari kondisi sosial masyarakat,” jelasnya.
Sehingga, ia menilai aplikasi atau inovasi yang paling baik sebenarnya berangkat dari kebutuhan sosial masyarakat dalam konteks persoalan lokal dan, bahkan nasional dengan melihat konteks dibalik temuan tersebut.