Aktivis Lingkungan Purwokerto Serukan Stop Perburuan Primata

Komunitas, Lingkungan271 Dilihat
Aktifis lingkungan di Purwokerto dari beberapa elemen menyerukan stop perburuan primata pada hari primata Indonesia tahun 2016. (MIPL Amikom/Purwokertokita.com)
Aktifis lingkungan di Purwokerto dari beberapa elemen menyerukan stop perburuan primata pada hari primata Indonesia tahun 2016.
(MIPL Amikom/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Buat yang memiliki hewan peliharaan seperti monyet, kukang, orang utan atau jenis primata lainnya, sudah saatnya bersadar diri. Lepaskanlah mereka ke habitat aslinya agar tidak punah dan bisa mengembalikan keseimbangan alam.

Soalnya, saat ini hewan jenis primata yang ada di Indonesia sedang mengalami masalah serius. Menurut lembaga konservasi internasional IUCN, 70 persen jenis primata Indonesia terancam punah akibat kerusakan habitat (hutan) dan perdagangan ilegal. IUCN juga menerbitkan daftar 25 jenis primata yang paling terancam punah di dunia, tiga di antaranya jenis primata Indonesia, yakni Orangutan Sumatera (Pongo abelii), Kukang Jawa (Nycticebus javanicus), dan Simakobu (Simias concolor).

Tak heran kalau banyak generasi muda yang mengabdikan diri untuk menjaga lingkungan melakukan aksi untuk menyerukan aktifitas perburuan primata dengan berbagai alasan. Aksi yang dilakukan di Alun-Alun Purwokerto yang bertepatan dengan Hari Primata Indonesia tahun 2016 tersebut menyerukan agar jangan sampai ada perburuan primata yang mulai punah.

Koordinator Kampanye Save Primata, Achmad Jauhar Mushthofa mengemukakan seruan penghentian perburuan primata dilakukan karena perburuan primata secara berlebihan dan kerap dianggap masyarakat menjadi hama.

“Ini ancaman paling serius terhadap kelestarian primata Indonesia, setelah kerusakan habitat. Selain perburuan, proses penangkapan, pengangkutan dan perdagangan primata itu seringkali juga kejam. Ada banyak primata yang mati dalam proses perdagangan primata tersebut,” katanya.

Hari Primata Indonesia, katanya, menjadi momen yang tepat untuk mengajak masyarakat guna membantu upaya pelestarian primata Indonesia. Salah satu caranya, dengan tidak berburu dan memperjualbelikan primata.

“Dan pemeliharaan primata di rumah sebagai satwa peliharaan juga rawan terjadinya penularan penakit (zoonosis) seperti TBC, hepatitis dan herpes. Membiarkan primata hidup di habitat alaminya, adalah pilihan bijak yang bisa dilakukan setiap orang untuk alasan kelestarian primata dan kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Ia mengemukakan, untuk di wilayah Banyumas ada Primata yang harus kita lestarikan bersama, yaitu Monyet ekor panjang, Lutung Jawa, Rekrekan dan Owa Jawa. Karena itu, ia meminta agar pemerintah serius menangani perdagangan primata yang dilindungi.

“Masih banyak primata yang dilindungi undang-undang yang diperdagangkan seperti kukang jawa, owa jawa, lutung jawa, monyet ekor panjang dan siamang,” katanya.

Padahal, dalam UU nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan primata yang dilindungi itu dilarang dan pelakunya bisa diancam dengan hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.

Aksi yang digelar puluhan aktifis komunitas lingkungan dari MIPL Amikom Purwokerto, Mahasiswa STMIK Amikom Purwokerto, Banyumas Wildlife Photography, Biodiversity Warriors, Komunitas Cendana, Semutpala, Blispala, KPG Barlingmascakeb, Pena Adventure, GreenCorp, Wapala, Ikrarpala, Environment Soldier, Lare Peduli Lingkungan, Antomatis Karikatur, Yodapala dan KMPA Fisip Unsoed, menyerukannya dengan membagikan stiker, pembentangan poster, serta aksi teaterikal.

Tinggalkan Balasan