Pandemi Menguji Daya Hidup Seniman di Purbalingga Hingga ke Titik Nadir

Ragam474 Dilihat
Para penari lengger Mekarsari dari Wirasaba, Purbalingga tampil ditengah gelaran pameran lukisan di Bioskop Misbar, Minggu malam (7/11/2021)./Foto: Rudal Afgani

PURWOKERTOKITA.COM, PURBALINGGA – Sutrio tak tahu harus bagaimana mempertahankan grup lengger Mekarsari yang ia asuh sejak 1992. Sejak berdiri dua dekade lalu, ia tak pernah mengalami pagebluk panjang seperti hari ini. Selama hampir dua tahun pandemi Covid-19, ia dan grup lengger besutannya tak bisa pentas.

Pemerintah melalui kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat melarang setiap kegiatan yang memicu kerumunan, termasuk pertunjukka seni. Akibatnya, grup lengger asal Wirasabat, Purbalingga ini tak bisa pentas. Para seniman yang bernaung di dalamnyapun kehilangan penghasilan.

“Selama pandemi, 99 persen kami off,” kata Sutrio usai tampil pada pementasan secara hibrid luring-daring di Bioskop Misbar Purbalingga, Minggu malam (7/11/2021).

Jika sebelum pandemi Mekarsari rata-rarta menerima lima job dalam sebulan, kini ia sama sekali tak menerima “tanggapan”. Merekapun mengurangi porsi latihan dari yang semula tiga kali seminggu menjadi sekali dalam sebulan.

“Mau latihan buat apa, lha wong ndak ada yang nanggap,” tuturnya sedih.

Pernah suatu hari mereka nekat menggelar pentas lengger di tengah larangan pentas. Selain mereka yang terlampau ingin tampil, maasyarakat juga amat rindu kesenian khas Banyumasan ini.

Namun belum juga mulai, segerombolan aparat gabungan dari Satgas Covid-19 datang. Mereka meminta pentas lengger bubar atas nama keselamatan warga.

“Sebenarnya kami sudah ada perkiraan bakal dibubarkan, tapi karena saking gatelnya kepingin pentas, jadi nekat saja,” tutunya.

Namun ia mengaku bisa menyadari situasi memang tidak memungkinkan. Ia juga tahu ada aturan hukum yang mendasari larangan berkegiatan selama pandemi.

Mereka pada akhirnya mencari penghidupan lain. Ada yang bertani, ada yang menjadi buruh, ada juga yang menganggur.

Apa yang dialami Sutrio adalah gambaran yang dialami seniman lain. Kehilangan mata pencarian utama akibat pandemi.

Pentas dalam jaringan (daring) para seniman menjadi solusi agar geliat hidup seniman Purbalingga kembali pulih. /Foto: Rudal Afgani

Melihat kondisi seniman yang tengah kembang kempis terdampak pandemi, Dewan Kesenian Purbalingga berinisiatif menggelar pentas secara hibrid. Pertunjukkan digelar melalui dalam jaringan dan luar jaringan sekaligus.

Secara luar jaringan, pementasan menerapkan pembatasan penonton dan protokol kesehatan. Setiap yang datang memakai masker. Panitia juga menyediakan fasilitas mencuci tangan dan sabun di sekitar lokasi.

Sementara yang tidak bisa hadir bisa menikmati pertunjukkan melalui kanal youtube Misbar Purbalingga. Pertunjukkan disiarkan secara langsung.

“Aman kalau pakai sistem kayak gini,” kata Ketua Dewan Kesenian Purbalingga, Bowo Leksono.

Dengan memadukan online dan offline, para seniman bisa tampil tanpa menimbulkan kerumunan yang berpotensi menyebarkan Covid-19.

“Buat mereka ini penampilan perdana setelah pandemi,” ujar dia yang juga sineas Cinema Lovers Community.

Tinggalkan Balasan