Cerita tentang Mbah Reben Korban Longsor

Lingkungan, Video458 Dilihat

Tiga suap makan dilahap dengan malas-malasan. Nasi yang agak lunak itu bertemankan, tahu goreng dan sayur oyong. Mbah Reben tidak doyan bregedel.

“Ndahar buah nggih mbah,” ujar Luthvera Nur Pramesti dan Fidela Benita.
“Oralah, aku ora seneng buah,” kata Mbah Reben menolak tawaran keduanya.
“Tapi mbah…,”
“Yauwis aku gelem mangan jeruk,” ujar Simbah.

Hujan deras menyambut kedatangan Mbah Reben di RSUD Banyumas. Jarum jam menunjukkan pukul 23.00. Ia baru saja dirujuk dari Puskesmas Tambak.

Proses rujukan ini cukup memakan waktu. Setidaknya sampai Wakil Bupati Banyumas, menelpon Kepala Puskesmas Tambak.
Mbah Reben ingin segera pulang. Bersama sahabatnya, Katiyah, mereka biasa memungut cengkih di kebun.

Dua sahabat yang umurnya sama-sama 80 tahun ini, biasa meriung di beranda rumah mereka. Kini, rumah keduanya sudah rata dengan tanah. Tersapu longsoran tanah di grumbul mereka pada 18 Juni lalu.

Katiyah, Mbah Reben dan Darsono, ketiganya mengungsi di rumah tetangga. Seringkali ingatan akan rumah yang sudah hancur itu, menghiasi lamunan mereka saat sore hari.

Hingga tengah malam, Mbah Reben masih dirawat di IGD RSUD Banyumas. Ia sudah mau makan roti.

Mbah Reben adalah potret kecil ketidakhadiran negara dalam penanganan bencana Tambak. Serba lambat.

Sementara, sekian dulu.

Tinggalkan Balasan