Waspadalah, Banjarnegara KLB Demam Berdarah!

Lingkungan, Peristiwa195 Dilihat
kepala Puskesmas Wanadri I Drs. Ustaat tengah menceritakan kronologis kejadian wabah DB pada Wakil Bupati Bajarnegara Hadi Supeno. (Istimewa)
kepala Puskesmas Wanadri I Drs. Ustaat tengah menceritakan kronologis kejadian wabah DB pada Wakil Bupati Bajarnegara Hadi Supeno. (Istimewa)

Purwokertokita.com – Wabah Demam Berdarah di desa Wanadri, Kecamatan Bawang, dinyatakan statusnya sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno, Kamis (28/01). Pernyataannya ini didasarkan sudah ada satu orang warga yang meninggal dunia dan pada kecepatan peningkatan kasus warga yang terserang panas tinggi.

“Satu orang penderita DB meninggal dunia dan hanya dalam selang waktu empat hari sejak Senin (23/01) sampai Kamis (28/01) sudah 43 warga yang memeriksakan di Tempat Layanan Kesehatan menderita panas tinggi mirip gejala awal DB. Sementara 2 warga lainnya, dilaporkan sudah terlebih dahulu terserang panas tinggi. Sehingga total ada 45 orang” katanya.

Selain masalah statistik ini, kata Hadi, pernyataan KLB ini didasarkan pada gejolak keresahan yang cukup panas terjadi di tengah masyarakat. Apalagi keresahan ini dilaporkan juga terjadi di desa tetangga. Secara sosial, keresahan seperti ini juga merupakan penyakit. Bahkan bila tidak memperoleh penanganan yang cepat dan tepat justru bisa lebih parah dari wabah penyakit itu sendiri.

“Dari status KLB ini saya berharap penanganan wabah di Wanadri memperoleh perhatian khusus. Semua stake holder dari DKK, Puskesmas, Petugas Kesehatan di Desa, Rumah Sakit yang melayani penderita, Kecamatan, dan juga Kades dan perangkatnya untuk tanggap. Selain kesigapan dalam mengantisipasi keadaan juga untuk gencar memberikan informasi yang benar tentang penyakit ini” katanya.

Kekurangan informasi yang terjadi di tengah masyarakat, lanjutnya, bisa dilihat dari reaksi masyarakat saat menghadapi peristiwa ini. Begitu muncul kabar adanya warga yang terkena DB dan banyak warga lain yang kemudian terserang panas tinggi maka keresahan meluas. Mereka menuntut wilayahnya untuk segera difogging. Sebab dalam bayangan mereka, wabah akan teratasi manakala lingkungan tempat tinggal mereka sudah difogging. Karena masyarakat sudah resah, maka ketika apa yang ada di benak masyarakat tidak terpenuhi keresahan warga menguat. Ini juga menjadi  salah satu dasar munculnya konflik kecil masyarakat dengan Puskesmas.

“Padahal yang namanya DB ini merupakan penyakit unik. Penyebabnya adalan virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Agyti. Nyamuknya juga unik, sebab berbeda dengan nyamuk lainnya dia menyukai berkembang biak di tempat-tempat bersih seperti bak mandi, genangan air di bekas kaleng cat, di talah hujan, di daun talas, di belakang dispenser, dan tempat-tempat bersih lainnya. Nyamuk ini menggigitnya juga di waktu pagi antara pukul 06.00 – 10.00 dan sore hari antara pukul 16.00 – 18.00. Jadi penanggulangan penyakit DB yang efektif ini justru dengan pemberantasan Sarang Nyamuk. Bukan dengan fogging” katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, dirinya menginstruksikan sore ini juga sudah ada brosur yang menginformasikan tentang penyakit DB secara jelas. Agar lebih komunikatif gunakan bahasa lokal dan penggambarannya jelas, tidak perlu panjang-panjang. Kemudian, lanjutnya, manfaatkan forum pengajian malam Jumat warga.

“Saya minta semua stakeholder untuk membagi diri dan malam ini juga petugas dari DKK, Puskesmas, Kecamatan, Kades dan perangkatnya untuk hadir pada semua majelis tersebut untuk memberikan informasi yang benar tentang DB” katanya.

Berkait dengan pembiayaan, kata Hadi, saya minta kepala DKK pada hari ini juga untuk berkoordinasi dengan semua Rumah Sakit yang merawat penderita panas tinggi maupun suspect tentang pengelolaan pembiayaan pasien. Bila ada BPJS dan Jamkesda dibantu dan dipermudah pengurusannya. Bila ada yang belum mempunyai Jaminan Kesehatan, pastikan warga dapat memperoleh layanan kesehatan sebaik-baiknya.

“Jangan sampai ada warga tidak memperoleh pelayanan kesehatan karena takut masalah biaya. Apalagi sampai ada warga miskin yang terabaikan. RS tidak boleh menolak apalagi mempermasalahkan biaya. Rawat dulu. Masalah biaya masa negara tidak mampu menanganinya. Negara ini kaya. Kalau tidak bisa karena kendala administrasi ya nanti kita urunan” katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Puji Astuti, menambahkan yang namanya penyakit DB ini unik. Gejala awalnya memang panas tinggi. Namun apakah panas tinggi ini positif DB atau bukan para medis membutuhka waktu untuk mengetahuknya. Sebab gejala awal penyakit ini sama dengan penderita infeksi, malaria, dan Typhus. Karena itu dibutuhkan pengamatan dan uji laborat untuk memastikan apakah seseorang terkena DB atau bukan.

“Bahkan dari jumlah 18 orang pasien yang dinyatakan suspect, setelah melalui pantauan dan uji laborat belum tentu mereka semua positif DB. Bisa jadi hanya beberapa ataupun negatif semuanya” katanya.

Selain itu, lanjutnya, untuk dapat menentukan apakah DB atau bukan juga hanya dokter spesialis yang mempunyai kewenangannya. Biasanya untuk suatu kasus membutuhkan waktu 3 – 4 hari karena keputusan dokter juga harus berdasar pantauan pasien dan data-data laborat. Hal ini memang menjadi kendala sebab inkubasi penyakit DB ini sangat cepat.

“Karena gejalanya panas tinggi dan sepertinya biasa saja seringkali ini melenakan. Akibatnya banyak pasien yang masuk perawatan Layanan Kesehatan kondisinya sudah cukup parah. Karena masa inkubasinya yang cepat dalam hitungan waktu kondisi pasien bisa menurun dengan cepat” katanya.

Selain di desa Wanadri, lanjutnya, pada saat yang bersamaan juga terjadi wabah DB di desa Gembongan, Sigaluh. Di tempat ini, lanjutnya, 4 orang posifit DB dan 12 orang masih dalam pantauan diketahui menderita penyakit dengan gejala awal panas tinggi.

Tinggalkan Balasan