Terjadi di Desa Tumenggal Kecamatan Pengadegan
Purwokertokita.com, Purbalingga – Jarum jam menunjuk pukul 24.00 WIB. Pada malam selarut itu Misweni Asih (29) masih terjaga. Ia tak bisa tenang lantaran bahaya masih mengintai. Bahaya yang ia cemaskan ialah tanah gerak yang berdampak pada 710 jiwa dan 165 rumah warga Dusun Pagersari Desa Tumanggal Kecamatan Pengadegan Kabupaten Purbalingga.
Asih mengingat bencana bermula dari retakan tanah yang muncul usai hujan deras pada Kamis pagi (3/12/2020). Retakan itu merupakan tanda ada pergeseran tanah.
Imbasnya 36 rumah rusak. Kerusakan antara lain berupa lantai dan tembok retak. Lebih parah, ada tembok dapur warga RT 17 yang ambruk.
Kamis sore hujan deras kembali mengguyur Tumanggal. Pergeseran tanah terus berjalan. Retakan semakin lebar.
“Malamnya kami tidak bisa tidur karena tidak tenang. Apalagi dengar ada rumah yang dapurnya sampai abrol,” kata Asih ketika ditemui di tempat pengungsian di SDN 2 Tumanggal, Jumat (4/12/2020).
Pada Jumat (4/12/2020) pukul 00.30 WIB, pemerintah desa mengevakuasi warga karena kondisi retakan semakin mengkhawatirkan. Lebih dari 200 warga mengungsi.
Semula warga mengungsi di dua rumah warga dan musala. Namun sekitar pukul 06.00 WIB, pengungsi disatukan di SDN 2 Tumanggal. Bersamaan dengan itu, relawan gabungan mendirikan dua dapur umum.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga, Umar Faozi mengirim logistik dan air bersih untuk warga. BPBD juga mendatangkan pakar geologi Unsoed untuk melakukan assessment atau penilaian terhadap bencana tanah gerak itu.
“Untuk keselamatan warga, kami mengimbau agar warga untuk sementara tidak kembali ke rumah,” ujar dia.
Koordinator Bidang Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed, Indra Permanasidi, mengatakan, selain rertakan dan pergeseran tanah juga muncul mata air. Fenomena itu menjadi indikator adanya pergerakan tanah.
“Pergeseran tanah sudah terjadi dan masih terjadi sehingga daerah tersebut di nilai aktif dan kurang aman. Pergeseran diprediksi akan cepat kalau curah hujan tinggi,” ujarnya.
Ia menjelaskan hujan membuat resapan air meningkat. Hal ini membuat tanah di Pagarsari yang bercorak lempung berpasir berubah labil.
Air yang meresap tertahan batuan di dasar lapisan tanah. Hal ini berdampak pada munculnya mata air di beberapa titik.
Selain itu kandungan air dalam jumlah besar membuat pasir di tanah bergerak memadat. Inilah memicu pergerakan tanah.
“Terjadinya gerakan tanah biasanya setelah hujan terjadi. Posisi air di dalam tanah berpotensi melongsorkan material tanah di atasnya,” tuturnya.
Dari pengamatan di lapangan, retakan membentang searah barat-timur. Hal ini memungkinkan longsor relatif ke arah utara. Mengingat pergerakan masih terjadi, masyarakat diimbau tidak menempati rumah.
“Mitigasi yang dilakukan adalah mengevakuasi warga sambil mengamati pergerakannya. Kalau pergerakannya sudah melambat maka bisa evaluasi lagi apakah lokasi masih bisa ditempati,” kata dosen Teknik Geologi Unsoed itu.
Sementara Kepala Desa Tumanggal, Surati, telah menyiapkan lahan seluas 2 Ha untuk relokasi warga. Tanah desa itu terletak di dusun IV yang dinilai aman dari bencana serupa.
“Semoga cukup, karena ada warga yang juga memiliki lahan di daerah atas,” ujar Surati yang ditemui di dapur umum, Jumat (4/12/2020). (rad)