Maksimalkan Produksi, Perajin Gula Semut Siapkan Inovasi Baru

Peristiwa338 Dilihat
Pegiat koperasi gula kelapa Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara, mengikuti Bimtek PLUT UMKM di Koperasi Nira Kamukten Banjarnegara, Kamis (26/7) (ns/purwokertokita)

Purwokertokita.com – Matahari belum meninggi, suasana di salah satu ruangan ukuran 4×4 meter sebuah rumah di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Banjarnegara cukup sibuk. Beberapa lelaki sibuk menimbang puluhan bungkusan berwarna kecoklatan yang dibawa sepeda motor yang selalu hilir mudik.

Setelah ditimbang, bungkusan berisi gula semut atau gula kristal organik ditata bertumpuk. Komoditas itu merupakan setoran perajin gula desa setempat yang bakal dipasarkan oleh Koperasi Nira Kamukten.

Suasana makin ramai ketika beberapa petani dari Koperasi Nira Satria Banyumas, Koperasi Liga Sirem Banyumas, Koperasi Nira Perwira Purbalingga dan Koperasi Nira Kamukten Banjarnegara berkumpul di ruang kantor untuk mengikuti Bimbingan Teknis. Konsultan Pusat Layaan Usaha Terpadu (PLUT) KUMKM Provinsi Jawa Tengah, tampak hadir di tengah mereka.

Ketua Koperasi Nira Kamukten, Susanto mengatakan, koperasi yang berdiri sejak tahun 2013 itu harus memenuhi kebutuhan ekspor sebanyak 25 ton gula semut setiap bulan. Namun terkadang, koperasi yang beranggotakan 340 perajin ini masih kesulitan mencapai target itu.

“Kami belum bisa memenuhi kebutuhan ekspor dengan target 40 ton per bulan. Padahal kami punya potensi karena penderes di wilayah Kecamatan Susukan, Mandiraja dan Punggelan, Banjarnegara ada sekitar 12.000 penderes dan lahan yang sudah bersertifikat organik sebanyak 5.228 ha,” tutur Icus, sapaan pria ini, Kamis (26/7).

Dia mengatakan, perajin gula semut membutuhkan inovasi baru agar mampu memenuhi kebutuhan ekspor, dengan tujuan ke Amerika Serikat. Sementara di pasar lokal, kata Icus, harga gula semut cukup manis. Di pengecer, harganya berkisar Rp 17.000. Agar menarik minat pasar, koperasi tersebut juga memproduksi gula semut dengan rasa jahe, temulawak serta original.

Untuk memaksimalkan produksi ini, PLUT KUMKM Provinsi Jateng, menghadirkan Maryadi, salah satu perajin gula semut asal Banyumas. Dia membuat inovasi memanfaatkan kelebihan produksi gula cetak untuk dijadikan gula semut.

“Gula semut biasanya dibuat langsung dari air nira yang proses produksinya memakan waktu 4-5 jam. Kalau membuat gula cetak yang hanya butuh waktu 3 jam. Inovasi ini, gula semut dibuat dengan menggunakan gula cetak yang sudah jadi,” kata Maryadi.

Konsultan PLUT UMKM Jateng, Kukuh Haryadi mengatakan, selama ini koperasi nira mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Contohnya, Koperasi Liga Sirem Sikapat yang memiliki anggota 187 orang hanya mampu memproduksi 100 ton per bulan.

Karyawan Koperasi Nira Kamukten Banjarnegara, menimbang gula kelapa setoran perajin, Kamis (26/7) (ns/purwokertokita)

“Bimtek kali ini bertujuan untuk meningkatkan produksi gula semut melalui pengolahan gula cetak. Harapannya, sisa perajin yang masih memproduksi gula cetak tetap menerapkan standar organik. Selain itu, mereka bisa turut menambah kuota produksi dengan cara membangun Centra Produksi Unit (CPU) yang memiliki standar mutu organik dan bisa diolah menjadi gula semut,” tuturnya.

Kukuh menjelaskan, inovasi ini dimulai dari mengumpulkan gula cetak dari perajin untuk diproses di CPU. Prosesnya harus menjaga kualitas seperti kebersihan dan disaring hingga dua kali sama agar hasilnya sama dengan gula semut organik.

Kepala Seksi Agroindustri Dinperindagkop UKM Banjarnegara, Fajar Maskuri mengatakan, metode ini, memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya, selain menghemat waktu, perajin dapat memanfaatkan over production gula cetak. Sementara kelemahannya, perajin gula cetak seringkali kurang memperhatikan kualitas produksi.

“Gula cetak kadang dicampur sulfit (bahan pengawet) agar lebih keras. Padahal, gula semut yang diekspor harus organik. Artinya, perajin gula cetaknya pun harus didampingi agar tidak menggunakan bahan kimia saat proses produksi,” jelasnya.

Dia mengatakan, perajin gula semut organik di wilayah Banjarnegara selalu konsisten dengan standar prosedur produksi, seperti mengontrol kualitas dan penggunaan bahan alami. Mereka juga mampu menghasilkan hampir 9.000 ton per tahun. (NS/adv)

Tinggalkan Balasan