Korban Pengusiran Pasca ’65 Minta Kejelasan Status Kepemilikan Tanah

Lingkungan, Peristiwa226 Dilihat
Suasana Perkampungan Dampungan, Caruy, Cilacap, Jawa Tengah. (Purwokertokita.com/ridlo)
Suasana Perkampungan Dampungan, Caruy, Cilacap, Jawa Tengah. (Purwokertokita.com/ridlo)

Purwokertokita.com – Ribuan warga Kampung Dapungan atau Tampungan, di Cilacap, Jawa Tengah meminta pemerintah segera memperjelas status tanah di perkampungan yang kini dihuni. Pasalnya, sejak pertamakali menetap pasca diusir dari kampung halamannya, mereka tidak pernah mengetahui estats kpemilikan tanahnya.

“Kami digusur, diusir paksa dari kampung kami. Waktu itu saya masih kecil tapi sudah ingat kejadiannya, setelah Gestapu 1965,” kata Saudah, salah satu warga Kampung Dampungan di Desa Caruy Kecamatan Cipari Kabupaten Cilacap, Selasa (13/12).

Saudah mengungkap, mereka diusir dari tanah garapan dan kampung halamannya dalam operasi pembersihan simpatisan partai terlarang, PKI yang banyak bersembunyi di kawasan Gunung Wilis, Cilacap bagian barat. Kemudian, mereka ditempatkan di lokasi yang di kemudian hari disebut sebagai kampung dampungan atau tampungan.

“Yaitu tempat untuk menampung orang-orang yang diusir dari tanahnya atau kampung halamannya,” ucapnya.

Saudahmenjelaskan, sejak mendiami kampung tersebut pada 1965, tak pernah sekalipun mereka mendapat penjelasan dari pihak perkebunan maupun pemerintah soal status kepemilikan tanah. Mereka, kata Saudah, mengaku takut untuk menanyakan status tanahnya tersebut. Sebab, oleh beberapa kalangan, warga dampungan masih dianggap sebagai eks anggota PKI atau keturunan PKI.

“Surat tanahnya belum. Ini kan hanya itu, sementara. Waktu itu tahun berapa sih, sewaktu ada Gestapu, tahun 1965 ya. Ya itu, semua terusir ke sini, ini ditempatkan di sini (Kampung Dampungan-red). Waktu itu masih sengsara sekali

Saudah menjelaskan, mereka pindah ke Dampungan karena dipaksa oleh petugas perkebunan dan tentara pada tahun 1965. Sedangkan status tanah dampungan itu tak jelas kepemilikannya. “Saya masih segini (sambil menunjuk anak umur 5 tahun). Saya diseret-seret. Di sana masih banyak kera. Kebun karetnya kan masih jauh, nggak dekat-dekat sini. Saya masih segini, tapi saya kan sudah ingat. Ya kami pindah, kan diusir,” ujarnya.

Diketahui, Dampungan atau Tampungan, adalah sebutan untuk sejumlah kampung konsentrasi di Cilacap bagian barat untuk penduduk yang diusir dari kampung halaman asal dan tanah garapannya hingga saat ini tak tahu status kepemilikan lahan yang kini didiami. Mereka diusir dari tanahnya pasca peristiwa politik 1965.

Soal ini, Ketua Dewan Pembina Serikat Tani Mandiri (SeTAM) Cilacap, Petrus Sugeng mengatakan di Cilacap bagian barat, setidaknya ada enam kampung konsentrasi untuk penduduk yang diusir dari tanah garapannya. “Jumlah warganya mencapai ribuan orang. Mereka tersebar di sejumlah kecamatan, yakni Kecamatan Cipari, Cimanggu, Majenang dan Kecamatan Wanareja,” jelas Sugeng.

Sugeng mengungkap, masing-masing keluarga yang diusir dari tanahnya mendapat tanah pengganti seluas 35 ubin atau setara dengan 492 meter persegi pekarangan. Berapapun luas tanah garapan warga, oleh tentara diganti dengan lahan seluas itu.

“Sedangkan kepemilikan, hingga kini tidak pernah jelas. Tetapi, kata Sugeng, permukiman Kampung Dampungan masuk ke peta Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang menggarap tanah tersebut. Antara lain, PT JA Watie, PTPN IX dan Perkebunan rumpun Sari Antan (RSA),” ungkapnya.

Sugeng mengemukakan, dari enam Kampung Dampungan, hanya satu kampung yang sudah resmi menjadi hak milik warga, yakni Kampung Dampungan Mulyadadi atau yang sekarang disebut Dusun Cigatel. Mereka mendapat legalitas tanah setelah ada pembebasan lahan pada tahun 2002 hingga 2006 melalui perjuangan Kelompok Tani Korban Ciseru Cipari (Ketan Banci) yang dibentuk pada 1998. Kampung tersebut masuk dalam 25 hektar tanah yang diredistribusi di Cipari.

“Hemat kami, lima kampung Dampungan yang lain berhak untuk memiliki legalitas tanah tersebut karena mereka kan memang di tempatkan di situ. Mereka ditempatkan, bukan menempatkan diri,” tegas Petrus. Itu sebab, di Cilacap banyak konflik agraria. Terdapat belasan ribu hektar lahan yang disesengketakan antara masyarakat dengan negara, perusahaan dan TNI.

Tinggalkan Balasan