Purwokertokita.com, Purbalingga – Keceriaan terpancar dari sebuah ruang di SDN Tumanggal Kecamatan Pengadegan Kabupaten Purbalingga. Sudah seminggu lebih pusat pengungsian korban tanah longsor itu bermuram durja. Senyum mulai mengembang saat Ki Dalang Kusno Kantong datang dengan wayang pramukanya.
Kusno bisa dibilang seniman. Ia membuat sendiri wayang dan lakon atau cerita pewayangannya. Karena Kusno bergiat di Pramuka, ia menamai wayangnya dengan nama wayang Pramuka.
Kepala SDN Tetel 1 itu membuat wayang dari limbah kardus. Tokoh dalam wayang disesuaikan dengan pesan dalam cerita yang hendak diabawakan.
Pagi itu, Selasa (8//12/2020), Kusno datang ke posko pengungsian korban tanah longsor di Desa Tumanggal. Di tempat itu, ia menghibur puluhan anak yang secara psikis terguncang bencana.
Kusno memulai pertunjukkannya dengan mengecek masker masing-masing anak. Jika ada yang tak bermasker, Kusno memberikan masker sebelum memulai kegiatan.
Setelah itu, anak-anak dibariskan dan diminta merentangkan kedua tangannya. Selain meluruskan barisan, hal ini juga untuk memastikan mereka saling berjarak.
“Tangan jangan bersentuhan satu sama lainya, ini supaya kita tetap menjaga jarak,” ucapnya.
Sesaat kemudian, Kusno mengajak anak-anak menyanyi dan bersorak dengan yel-yel penuh jenaka. Tawa riang pun lepas begitu saja dari anak-anak ini.
Ditengah tawa itu, Kusno mengeluarkan wayang pramukanya. Karena hendak mengingatkan pesan ibu tentang pentingnya protokol kesehatan, Kusno membuat wayang dengan tokoh utama yang juga bermasker.
Di tengah cerita, ia menyisipkan pesan agar anak-anak rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker, dan menjaga jarak.
“Pesan lebih mudah diterima jika anak senang, termasuk pesan tentang imbauan agar menerapkan protokol kesehatan,” tuturnya.
Kusno membawakan lakon tentang pandemik Covid-19 karena posko pengungsian yang berisi ratusan warga berpotensi menjadi sarana penyebaran virus corona. Setidaknya, dengan pesan yang disampaikan melalui Pramuka itu Kusno berharap bisa menjadi pengingat untuk anak dan orang tua agar selalu menjalankan pola hidup sehat.
Kedatangan Kusno ke posko pengungsian memang sekadar melipur luka batin anak-anak akibat peristiwa alam yang mengguncang. Kusno bukanlah psikiater yang mampu menyembuhkan trauma. Namun dari apa yang ia lakukan, 68 anak usia 6-12 tahun di pengungsian menemukan keceriaan mereka yang sempat hilang.
“Di pengungsian kan jenuh. Nah, kami beri penguatan dan penyegaran kepada anak-anak agar tidak bosan dan jenuh,” kata dia yang setiap minggu datang menghibur anak-anak di pengungsian.
Psikolog dari RSUD dr Goetheng Tarunadibrata, Kurniasih Dwi Purwanti mengatakan, setiap kejadian bencana menimbulkan trauma bagi korban, terlebih anak-anak. Namun tidak semua trauma disembuhkan dengan cara yang sama. Sebab berbeda tingkat traumatis seseorang berbeda pula penangannya.
“Trauma healing sangat penting, tetapi memang ketika ada bencana, kita lihat kebutuhan pertama kali. Kalau pertama fisik ya harus fisik. Kalau dalam dua hari anak-anak mulai ketakutan, ya ditangani traumatiknya,” katanya.
Kurniasih menyarankan, perlu observasi sebelum memberikan perlakuan terhadap penyandang trauma. Setelah observasi, selanjutnya mengevaluasi untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan kondisi penyintas.
“Semua trauma? Pasti trauma. Bisa jadi kejadian di Tumanggal meninggalkan trauma ringan atau berat,” ujar dia.
Ia menambahkan, trauma bisa dilihat dari perubahan perilaku seseorang. Di pengungsian misalnya, jika penyintas masih bisa beraktivitas tapi ada rasa was-was, bisa jadi dia mengalami level traumatis ringan.
“Atau mungkin korban selalu mimpi buruk dan berpengaruh terhadap kesehariannya, bisa jadi levelnya berat,” tuturnya.(rad)