Purwokertokita.com – Kehebohan masyarakat mengenai merek dagang “Mendoan” yang menjadi hak perorangan dalam pemberitaan media online nasional, memancing warga Banyumas mengeluarkan suaranya. Tak sedikit yang menyayangkan adanya pengklaiman hak merk yang dipatenkan untuk perorangan dan telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.
Nama “Mendoan” kini dimiliki oleh Fudji Wong yang tinggal di Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah. Dan teridentifikasikan sebagai ‘penamaan makanan’ yang termasuk kelas merek nomor 29 dalam daftar produk. Untuk diketahui bersama, hak eksklusif merek “Mendoan” disahkan dalam nomor sertifikat IDM000237714 yang terdaftar mulai 23 Februari 2010 sampai dengan 15 Mei 2018 di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM.
Seorang Warga karangklesem, Azmi berpendapat mendoan adalah produk budaya yang juga menjadi salah satu penanda identitas Banyumas. Ia menilai, mendoan sebagai bagian identitas yang melekat, tak pantas untuk dipatenkan.
“Mana mungkin kita akan mematenkan pakaian adat tradisional suku dayak, misalnya. Kemudian, jika “mendoan” digunakan sebagai merek produk mendoan. Dalam pendapatku juga nggak bisa, jika kita melihat sensitivitas budaya,” katanya, Rabu (4/11).
Ia menambahkan yang dibutuhkan saat ini adalah proses klarifikasi dari pendaftar hak merek dagang Mendoan, Fudji Wong kepada masyarakat Banyumas. “Karena ini (Mendoan) juga termasuk produk budaya, khas orijinal Banyumas,” ucapnya.
Berbeda dengan Azmi, Caesar Aditya mengaku tidak mempermasalahkan persoalan tersebut. Ia menilai Mendoan sebagai merek dagang tidak masalaha. “Sebagai nama (merek dagang) sah aja kalau ada yang bikin patennya. Yang paling penting esensi mendoan terkait resep, cara masak dan hal yang ada di dalamnya tetap menjadi milik publik,” ujarnya.
Ia berpendapat, masyarakat umum nggak akan mempermasalahkan, karena masyarakat hanya membeli mendoan saja. “Yang merasa kecolongan, tinggal buat saja paten baru, “mendoan yu Sinem,” misalnya,” katanya.
Sementara itu, warga Purwokerto lainnya, Alvin Shandy berharap agar mendoan tetap menjadi milik warga. Tugas tersebut, seharusnya menjadi kewajiban pemerintah. “Yang pertama, pemkab dan publik fokus saja untuk mengembalikan mendoan menjadi milik warga. Yang kedua, motif (mendaftarkan mendoan menjadi merek dagang) aneh, jadi abaikan saja subyeknya. (Karena) mau numpang terkenal dari mendoan,” ucapnya.
Selain itu, Alvin mengemukakan seharusnya pihak yang mengeluarkan hak paten atau Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) mempertimbangkan berbagai aspek yang ada di dalam masyarakat. “Kemenkumham seharusnya lebih mempertimbangkan aspek budaya sebelum mematenkan merek,” katanya.
Nah, bagaimana pendapat anda soal Mendoan yang sedang mencuat?
Uwin Chandra