
Purwokertokita.com – Setelah sejumlah kepala dinas masuk penjara karena kasus korupsi, kini giliran Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Banyumas, Tjutjun Soenarti Rochidie, menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan kelapa genjah entok. Hayooo, siapa lagi kepala dinas atau pegawai negeri yang bakal menyusul mereka? Nggak kapok juga ya.
Di situ kadang saya merasa sedih. Padahal sudah banyak contoh pejabat yang dibui gara-gara kasus korupsi. Masih belum kapok juga ya. Ampun deh, duit rakyat koh nggo plarakan.
Kepastian status tersangka Tjutjun diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Banyumas, Dian Frits Nalle. “Berdasarkan tiga alat bukti, Kejari Banyumas menetapkan TSR sebagai tersangka. Yakni berdasarkan keterangan dari para saksi, surat dan petunjuk,” kata Dian, Rabu (20/1).
Ia mehingga tidak ada keraguan kejaksaan menetapkan Tjutjun sebagai tersangka. Bahkan kejaksaan sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 15 Januari 2016, dan telah melayangkan surat pemangilan pertama sebagai tersangka. Namuan Tjutjun tidak datang, maka pada tanggal 22 Januari 2016 akan dilakukan pemangilan kedua. Jika tidak datang, maka akan dilakukan pemangilan sekali lagi, setelah itu akan dilakukan penjemputan paksa.
Tjutjun ditetapkan sebagai tersangka karena sebagai Kuasa Penguna Anggaran, sehingga menurut Kajari Banyumas pihaknya terus melakukan pengembangan penyelidikan. Dimungkinkan masih ada tersangka yang akan ditetapkan.
“Terhadap tersangka TSR, sehingga kita sudah tetapkan sejak tanggal 5 Januari 2016, tersangka ditetapak kapasitas Kuasa Penguna Anggaran,”kata Dian di Kejari Banyumas.
Terkait dengan informasi bahwa Tjutjun akan melakukan gugatan Praperadilan terhadap Kejari Banyumas, Dian menyatakan siap menghadapi, namun sampai saat menyampaikan kepada media, Kajari Banyumas belum mendapatkan pemberitahuan secara resmi.
Dian berharap TSR patuh pada pemangilan dari pihaknya, terlebih TSR berpendikan tinggi dan menjabat sebagai Kepala Dinas.
Pada kasus dugaan korupsi ini Negara dirugikan sebesar Rp 959 juta. Pengadaan Kelapa Genjah Entok ini merupakan program Pemerintah Banyumas untuk membantu penderes, agar bisa mendapatkan pohon dengan kualitas baik dan tidak tinggi. Diharapkan program ini, akan menurunkan angka kematian penderes, yang jatuh dari pohon kelapa.
Bau amis korupsi ini sebenarnya sudah terendus sejak pembacaan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati tahun 2014, terkait pengadaan kelapa genjah entok dan pupuk, yang menyedot Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2014 sebesar Rp 1,156 miliar, tidak dilaporkan ke DPRD Kabupaten Banyumas secara detail dan terinci oleh Bupati Banyumas. Pasalnya, Bupati hanya melaporkan secara umum, sehingga hal itu masuk dalam salah satu poin rekomendasi dan dipertanyakan oleh DPRD.
Ketua Pansus LKPj Bupati tahun 2014, Sardi Susanto mengatakan, tidak mengetahui secara pasti, hal itu diakibatkan karena unsur kesengajaan, atau karena pengadaan kelapa genjah entok tersebut menjadi kasus yang tengah di selidiki oleh Kejaksaan Negeri Banyumas, karena diduga ada penyimpangan anggaran.
Menurutnya, pihak ekskutif dianggap tidak akurat dalam membuat laporan terkait pertanggungjawaban kegiatan pemerintahan selama setahun. “Kritikan terhadap LKPj Bupati, sudah sesuai dalam ketentuan, kami hanya memunculkan hasil penilaian dan rekomendasi sebagai bentuk perbaikan ke depan lebih baik, lebih teliti lagi. Salah satu kritikan kami yakni, terkait pengadaan kelapa genjah entok yang saat ini masih diselidiki pihak Kejaksaan Negeri Banyumas, kata Ketua Komisi A, Sardi Susanto.
Sementara itu, Ketua DPRD Juli Krisdianto juga menilai soal ketelitian dan kejelian dalam mengoreksi terkait laporan kegiatan pemerintahan maupun usulan raperda, jangan sampai ada unsur kesengajaan, dan berharap tidak mendapatkan kritikan DPRD.
Dikatakan Juli, tugas legislatif dengan mengkritisi LKPj Bupati, memang menjadi salah satu tugas wakil rakyat. Pihaknya juga memaklumi, terkait masalah kelapa genjah entok tidak dimasukkan secara rinci dalam LKPj tahun 2014, dengan alasan teknis, misalnya lupa memasukkan tim penyusun. “Jangan sampai muncul persepsi yang tidak-tidak, karena kasusnya sedang diselidiki oleh Kejaksaan,” Ujar Juli.
Kepala Bagian Pemerintahan Setda Banyumas, Agus Supriyanto menjelaskan, tidak diuraikannya secara detail terkait pengadaan bibit kelapa genjah entok tersebut, bukan karena kesengajaan. Menurutnya, laporan terkait kegiatan tersebut sudah ada di dokumen LKPJ pada BAB IV huruf B bagian penyelenggaraan pemerintah.
Karena jumlah kegiatannya mencapai puluhan, memang tidak diuraikan secara detail. Formatnya hanya input, output, dan outcame yang tersusun dalam bentuk label, katanya.
Pihaknya juga menegaskan, ketidakdetailan tersebut tidak ada hubungannya, soal pengadaan kelapa genjah entok tengah diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Banyumas. Penyampaian LKPj ke DPRD, lanjutnya, sudah sesuai ketentuan, sebagai bentuk komunikasi terkait laporan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan pemerintahan selama setahun. Tidak perlu ada proses saling menanggapi karena tidak berbentuk rancangan, seperti halnya usulan raperda.
Sama sekali tidak ada unsur kesengajaan, apalagi terkait dengan penyelidikan Kejaksaan. Kami tegaskan ini terkait format penyusunan LKPj saja. Rekomendasi ini akan menjadi masukkan untuk lebih baik, tegasnya.
Sementara itu, Bupati Banyumas Ir Achmad Husein terkait masalah tersebut, mengaku belum bisa memberi penjelasan. Pasalnya, pihaknya belum membaca secara lengkap hasil laporan dari DPRD.
“Saya belum bisa menjawab, karena laporan secara lengkapnya belum saya baca,” katanya.
Seperti diberitakan, kegiatan pengadaan bibit kepala genjah entok dan pupuk organik tahun 2014 senilai Rp 1,156 miliar, sampai saat ini masih diselidiki oleh Kejaksaan Negeri Banyumas, karena ada dugaan penyimpangan anggaran. Kemudia, untuk pengadaan 85 ribu bibit yang disalurkan ke 85 kelompok tani di 13 kecamatan, sedangkan pengadaan pupuknya sebanyak 170 ribu kg.
Pada APBD tahun 2015, direncanakan akan ada perubahan, dan disiapkan anggaran sekitar Rp 1,5 miliar. Khusus untuk bantuan bibit direncanakan ada sekitar 100 ribu.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Tjutjun sudah mengajukan pensiun dini. Kini berkasnya sudah dikirim ke pusat.