Apa Terjemahan Gay dan Lesbian dalam Terjemahan Al-Quran Bahasa Banyumasan?

Peristiwa224 Dilihat
Naskah awal proses penterjemahan Al Quran dalam Bahasa Banyumasan. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)
Naskah awal proses penterjemahan Al Quran dalam Bahasa Banyumasan. (Aris Andrianto/Purwokertokita.com)

Purwokertokita.com – Tidak semua kata bisa dengan mudah diterjemahkan dalam Bahasa Banyumasan. Ahmad Tohari dan timnya harus berpikir keras agar terjemahannya bisa pas.

Dalam penggunaan kosakata pun, kata Tohari, ia lebih memilih kosakata awami atau populer. Kata-kata yang saat ini berkembang di masyarakat. Ia menyebutnya kosakata kerakyatan. Tujuannya biar masyarakat lebih mudah untuk memahaminya.

Ia menambahkan, bahasa Banyumasan merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuna yang tidak memakai unggah-ungguh dan tidak ada dominasi vokal O. Tapi, saat ini Bahasa Banyumas saat ini sudah mulai mengenal unggah-ungguh karena lama menjadi daerah kekauasaan Mataram yang masuk dalam kategori Jawa Anyar.

Baca Juga: Alhamdulillah, Terjemahan Al Quran Bahasa Banyumasan Sudah Diluncurkan

Hal ini berpengaruh terhadap terjemahan Banyumasan. Ia mencontohkan, dialog antara Tuhan dengan manusia tetap menggunakan bahasa karma tapi dalam tingkatan yang sederhana.

Contoh lainnya, orang Banyumas mempunyai padanan kosakata bagaimana yang beragam. Seperti, kepriwe, kepriben, kepimen dan lainnya. Mereka sepakat untuk menggunakan standar kata kepriwe.

Lainnya, kata dimakan dalam Banyumasan menggunakan depangan bukan dipangan. Sebab, kata dipangan merupakan kata yang lazim di daerah Jawa bagian wetan atau Surakartaan. “Kami usahakan pakai bahasa yang khas Banyumas,” katanya.

Bahkan dalam pemilihan sampul terjemahan ia mengusulkan gambar gunungan dalam pewayangan yang dipadu dengan kaligrafi. Gunungan ini merupakan karya dalang Entus Susmono yang belakangan terpilih menjadi Bupati Tegal. Gunungan merupakan ornamen yang selama ini dikenal akrab dengan masyarakat Banyumas.

Untuk mengerjakan proyek terjemahan, anggota tim menerima honorarium. Hanya saja saat ini sedang mandek anggaran untuk pengerjaan proyek tersebut. Anggaran baru akan turun kembali tahun depan.

Meski kali ini upah sedang mandek, Tohari mengaku tak kecewa. Sebelum tim terbentuk, kata dia, mental tim sudah disiapkan bahwa apa yang mereka kerjakan merupakan ibadah. “Sedikit boleh, banyak boleh, ngga ada juga ngga apa-apa,” ujarnya.

Alasan lainnya, kata Tohari, selama ini ia banyak menciptakan karya berbau sekuler. Selama masa berkarya hingga umur 64 tahun, saat dia ditawari proyek itu dua tahun lalu, jagat tulis Tohari merupakan karya-karya sekuler.

Dengan adanya proyek itu, Tohari merasa pengerjaan terjemahan bahasa Banyumasan merupakan penutup yang indah. “Cukup bermakna lebih,” katanya.

Dalam penyusuan terjemahan ini tidak selalu berjalan mulus. Seringkali ada kosakata yang sulit sekali dicari padanan katanya. Seperti ketika mereka hendak menterjemahkan teks Quran yang bercerita tentang umat Nabi Lut.

Mereka tak menemukan padanan kata untuk kata homo dan lesbian. Setelah dicari oleh Tohari, ketemulah kata Njambu untuk padanan kata homo dan Gerus Lumpang untuk padanan kata Lesbian. Njambu dianalogikan seperti buah jambu yang berwarna merah seperti anus.

Bagi dia, proyek terjemahan ini tak mungkin bisa sempurna 100 persen. Dalam bahasa apapun, kata dia, semua terjemahan hanya sebagai alat bantu. Teks terjemahan tak berdiri sendiri, selalu berdampingan dengan teks aslinya dalam bahasa arab.

Sebelum 2012, kata tohari, ia pernah diminta tolong oleh pengurus Gereja Kristen Jawa untuk mencarikan kosakata Banyumasan untuk injil. Hanya saja, pekerjaan ini tak seberat menterjemahkan Al Quran. Selain itu, tak banyak kata yang harus diterjemahkan dalam proyek injil itu.

Tohari mengaku lahir di pondok pesantren. Tapi ia tak begitu mendalami Al Quran. “Saya anak pondok yang tidka beres,” katanya.

Tohari mengaku mendalami agama secara otodidak. Ia juga banyak belajar agama dari Gus Dur, Cak Nun dan Cak Nur.

Tokoh Muhamadiyah Banyumas, Ahmad Kifni mewanti-wanti tim penerjemah agar tak keluar rela dalam proses penterjemahan. “Kami ikut mencermati, tapi kalau ada penyimpangan ya akan kami kritik,” katanya.

Menurut dia, penterjemahan Al Quran ke dalam bahasa daerah bukanlah barang baru. Ia menyambut baik upaya penterjemahan ke dalam Bahasa Banyumasan.

Hanya saja, ia meminta upaya itu harus mengikuti tata cara penterjemahan yang sudah ada. Dari segi bahasa, juga segi konteks ayat jangan dipaksakan dalam Bahasa Banyumas jika memang tak ada padanan kata yang sesuai.

Menurut dia, jika terjemahan ini selesai dan sesuai kaidah, maka akan lebih mendekatkan diri ke masyarakat. Orang Banyumas akan lebih mudah mengerti Al Quran. “Istilah lokal itu kan terbatas, tidak semua ada padanannya,’ ujarnya.

Tokoh NU Banyumas, Taefur Arofat mengatakan, NU siap ikut menyalurkan Al Quran terjemahan bahasa Banyumasan itu. “Kami siap menyalurkan ke masjid-masjid di kampung,” katanya.

Menurut dia, terjemahan tersebut bisa memudahkan masyarakat Banyumas mengerti Al Quran secara baik dan benar. Hanya saja, ia mewantiwanti agar Tim bisa bekerja super hati-hati agar antara teks dan makna bisa sesuai.

Bupati Banyumas, Achmad Husein mengatakan, penerjemahan Al Quran dalam Bahasa Banyumas merupakan terobosan yang cukup bagus. “Cukup cerdas. Ini memudahkan orang Banyumas mengerti Al Quran,” katanya.

Baca Juga: Begini Proses Pembuatan Terjemahan Al Quran Bahasa Banyumasan

Aris Andrianto

Tinggalkan Balasan