Purwokertokita.com – Cilacap akrab dengan idiom, kalau kemarau krisis air dan kalau musim hujan, kebanjiran. Selain semakin menurunnya daya dukung lingkungan hutan, berkurangnya luasan hutan mangrove dituding menjadi salah satu penyebab banjir di Cilacap.
Selain banjir, berkurangnya hutan mangrove juga menyebabkan habitat berupa jenis ikan muara menghilang. Praktis, nelayan tangkap Laguna Segara Anakan terancam kehilangan mata pencahariannya.
“Banjir sifatnya tahunan. Dalam setahun, pasti ada satu kali banjir yang merata mulai Kecamatan Sidareja, Gandrungmangu, Bantarsari, Kawunganten dan Kecamatan Kampung Laut sendiri,” ujar Tokoh Nelayan Ujung Gagak, Suman Supriyadi, Senin (16/11).
Suman menyebut banjir bisa terjadi berhari-hari hingga hitungan pekan di daerah rendah. “Kadang banjirnya pindah, bergantian. Setelah hulu, biasanya daerah aliran muara baru kena (banjir) belakangan,” ujarnya.
Namun, Suman mengatakan banjir hanya lah satu dari sekian dampak akibat mendangkalnya segara anakan dan hilangnya hutan mangrove. Yang lebih pelik adalah hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan tangkap, sungai dan laguna.
“Ikan makin susah didapat. Dulu, mencari ikan sehari bisa dimakan untuk seminggu. Sekarang kebalikannya, cari ikan seminggu habis dimakan sehari,” tuturnya.
Sementara, Direktur LSM Serikat Tani Mandiri (Setam) Cilacap, Petrus Sugeng menjelaskan laju kerusakan hutan mangrove di Kawasan Hutan Mangrove dari tahun ke tahun semakin cepat lantaran eksploitasi kayu bakau yang dilakukan terus menerus.
“Tangkapan nelayan Kampung Laut sekarang ini hanya berkisar antara 5 kilogram hingga 20 kilogram saja. Padahal, saat hutan mengrove masih bagus, nelayan bisa mendapat 50 kilogram hingga 70 kilogram ikan dan udang dengan mudah,” ungkap Sugeng.
Dia menjelaskan berkurangnya hutan mangrove secara langsung berakibat pada hilangnya ekosistem ikan untuk berpijah. Hal ini menyebabkan ikan semakin susah didapat.
“Ini sangat berhubungan dengan pendangkalan dan hilangnya habitat untuk beranak pinak kawanan ikan, kepiting dan udang,” ujarnya.
Dia menjelaskan ada tahun 1970-an, luasan hutan mangrove adalah 15 ribu hektar. Namun kini, hanya tersisa 8 ribu hektar saja, atau berkurang separuhnya. Dari 8 ribu hektar, kata dia, separuhnya sudah dalam kondisi rusak parah.
Ridlo Susanto