Teater “Mbudeg Micek”, Cara Warga Desa Sumampir-Purbalingga Kritik Mereka yang Menutup Mata dan Telinga

Peristiwa403 Dilihat
Aksi teatrikal bertajuk ” Mbudeg Micek” warga Desa Sumampir, Kecamatan Rembang, Purbalingga, Minggu malam (20/6/2021). /Foto: Istimewa

PURWOKERTOKITA, PURBALINGGA – Warga Desa Sumampir, Kecamatan Rembang, Kabupaten Purbalingga punya cara tersendiri untuk menyampaikan aspirasinya. Alih-alih menggelar aksi demonstrasi, mereka justru memilih pentas teater untuk mengekspresiken kegelisahan dan kegeraman mereka terhadap kelambanan respon pemerintah terhadap jalan yang terputus akibat longsor.

Aksi teater ini dipentaskan kelompok teater Liwang Liwung Desa Sumampir. Pada aksi teater ini, mereka mengangkat lakon “Micek Mbudeg” yang dalam bahasa Indonesia berarti menutup mata dan telinga.

Mereka memilih tajuk ini bukan tanpa alasan. “Micek Mbudeg” mengisahkan tentang manusia yang memalingkan diri dari permasalahan sosial. Ia mbudeg (menutup telinga atau pura-pura tuli) dan micek (menutup mata atau pura-pura buta).

“Ketika manusia bersikap mbudeg dan micek maka semua masalah tidak akan menemukan solusi,” kata Karyo Gunawan (25), ketua pelaksana aksi pementasan teater melalui sambungan telepon, Senin (21/6/2021).

Cerita ini sejatinya diangkat sebagai satir sekaligus kritik untuk pemerintah yang seolah mengabaikan aspirasi warga Desa Sumampir. Mereka telah berteriak menyuarakan aspirasi warga namun hingga kini tak berbalas, jalan tetap saja rusak.

Warga beraktivitas di jalan Sumampir-Tipar yang rusak, beberapa waktu lalu. /Foto: Istimewa

Jalan yang dimaksud ialah jalan utama yang menghubungkan Sumampir ke dusun-dusun di sebelah utara seperti Karangnangka, Malang, Sipendok, dan Gunung Pogog. Jalan ini juga menjadi urat nadi perekonomian warga karena jalan utama sekaligus jalur wisata menunju Curug Karang, wisata andalan desa.

Tanah longsor terjadi sekitar bulan Oktober 2020. Jalan yang masuk kategori jalan kabupaten ini sempat diperbaiki, namun karena kondisi tanah yang labil, jalan kembali rusak.

Akibatnya, warga harus menempuh jalan memutar. Dengan demikian, warga harus mengeluarkan biaya dan tenaga lebih untuk lalu lintas sehari-hari karena menempuh jarak lebih jauh. Belakangan, jalan alternatif juga rusak yang membuat warga semakin terdesak.

Warga bukan tak pernah mengajukan komplain. Warga telah berulang kali mengadu ke pemerintah desa. Namun desa tak bisa berbuat banyak karena jalan ini menjadi kewenangan pemerintah kabupaten.

“Desa sudah mengajukan perbaikan tapi belum direspons pemkab. Kami juga sudah berkomunikasi dengan anggota DPRD dan belum juga ada tindak lanjut,” ujar dia.

Kepala Desa Sumampir, Wismono (38), membenarkan pemerintah desa telah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten dan anggota DPRD dari dapil setempat. Namun belum ada upaya perbaikan atau solusi lain.

“Jawabannya nanti akan dijadikan satu paket pekerjaan, tapi pertama akan diteliti tim akademisi yang katanya dari UGM,” kata dia melalui telepon, Senin (21/6/2021).

Wismono mengatakan, lokasi longsor memiliki karakter tanah yang labil. Lokasi itu berada di area aliran air permukaan dengan dasar batuan wadas. Ketika hujan deras, kandungan air tanah tinggi sehingga menyebabkan tanah mudah tergerus longsor.

Untuk sementara, pemerintah desa mengalihkan ke jalan lain yang lebih aman sesuai dengan kewenangan desa. Melalui jalan ini, warga tak perlu memutar. Namun jalan ini masih berupa tanah.

Desa berencana membangun jalan ini secara bertahap. Pertama membuat saluran drainase di sisi kanan dan kiri jalan. Setelah itu meningkatkan menjadi jalan makadam dan dilanjutkan pengaspalan.

“Itu solusi dari desa, karena kalau menunggu pemerintah kabupaten mungkin akan lama bisa setahun atau dua tahun,” tuturnya.

Baik melalui pemerintah desa maupun kabupaten, warga hanya mengharapkan kehadiran pemerintah untuk menyediakan jalan yang layak. Warga berharap pemerintah tidak mbudeg dan micek atas keadaan masyarakat Desa Sumampir hari ini.

 

Tinggalkan Balasan