Purwokertokita.com – Kualitas demokrasi tidak akan berubah selama praktek politik uang masih merajalela dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Sebab praktek politik uang telah mengebiri upaya pembangunan demokrasi yang mendorong setiap warga negara memilih berdasarkan pilihan hati nuraninya.
Bahkan kehadiran politik transaksional sekarang ditengarai sudah sangat merusak sendi-sendi demokrasi dan teologi karena uang lebih penting dibandingkan dengan kejujuran nurani dalam memilih pemimpin. Demikian disampaikan oleh Wakil Bupati Drs. Hadi Supeno, Selasa (09/12) dalam acara Diskusi Politik yang diselenggarakan Kesbangpolinmas di Sasana Bhakti Praja Setda.
“Panwas dan KPU mempunyai otoritas. Regulasi sudah dibuat. Praktek politik uang dilarang oleh agama. Namun praktek politik uang muncul di semua pelaksanaan Pilkada. Kalau sudah seperti ini, dimana fungsi edukasi demokrasi. Sepertinya Pilkada mempunyai hukum sendiri” katanya.
Namun dirinya meyakini, bahwa merajalelanya politik uang ini, tidak lepas dari tingkah laku para pejabat dan politikus sendiri yang menyukai gaya hidup hedonis, suka pamer kemewahan, korupsi, dan manipulasi. Bila sungguh-sungguh ingin politik berkualitas, kata Hadi, maka kita harus memulai dari merubah budaya politik seperti ini.
“Selama budaya politik belum berubah, ceramah seperti apa mengenai demokrasi yang berkualitas rakyat tidak akan peduli” katanya.
Meski begitu, lanjutnya, dirinya masih mempunyai optimisme akan perbaikan sistem demokrasi ini di masa mendatang. Dirinya berharap kondisi ini merupakan bagian dari proses pembangunan demokrasi menuju arah lebih baik. Demokrasi memang bukanlah sistem politik yang sempurna, namun Demokrasi adalah pilihan yang terbaik dari yang buruk-buruk.
“Di dalam sejarahnya, negara-negara demokrasi yang dianggap maju seperti halnya negara-negara Eropa pada masa 75 tahun lalu mengalami situasi ini. Harapannya, pada era 75 tahun mendatang demokrasi kita sampai pada fase negara maju” katanya.
Ketua DPRD yang menjadi salah satu narasumber, Saeful Muzad, menyatakan realitas politik di lapangan terhadap keberadaan politik uang ini serba dilematis. Pengalaman menunjukkan memang masyarakat menginginkan itu. Sangat sedikit masyarakat yang menolak politik uang. Bagi sebuah pertarungan politik, kondisi Ini melahirkan kondisi situasi dilematis sebab Mau bersikap idealis, justru kekalahan yang dialami.
“Pengalaman dari suatu desa, dimana banyak saudara dan kenalan, serta rajin dikunjungi. Baik karena alasan hajatan, peringatan hari besar keagamaan, hingga event lomba-lomba. Harapan memperoleh suara besar. Namun saat pilihan usai, dua puluh suara pun tidak sampai. Informasi dari kader suara hilang karena ada yang nebar uang” katanya.
Masyarakat sekarang ini sudah pandai. Mereka terbagi dalam kelompok-kelompok profesi maupun komunitas-komunitas hoby yang masing-masing menyuarakan kepentingan politiknya masing-masing. Ada kelompok penggemar mancing, penggemar mobil, penggemar burung, penggemar tanaman, penggemar seni budaya, komunitas sepeda, dan seterusnya. Kepentingannya tidak sama, masing-masing mempunyai kepentingan.
“Dan ini tidak gratis. Kasarnya NPWP, Nomor Pira Wani Pira” katanya.
Hal ini mungkin kondisi kekinian karena kita masih dalam fase-fase awal demokrasi. Tapi saya optimis kondisi politik kita akan membaik.
“Bagi saya, politik itu profesi mulia. Sama halnya dengan profesi lain seperti guru, pns, dokter, dan jabatan lainnya” katanya.
Sementara Dosen Pascasarjana Fisip Undip Dr. Drs. Teguh Yuwono, M. Pol. Admin, menambahkan meski di internal dalam negeri ada keresahan semacam ini namun di luar negeri peringkat demokrasi negara kita justru membaik dibanding negara Asia Tenggara lainnya. Peringkat Indek Demokrasi Indonesia pada posisi 49, lebih baik dari Singapura dan Malaysia.
Tapi sayang, kondisi ini tidak berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan Indonesia yang kalah jauh dengan Singapura dan Malayasia.
“Indonesia dikagumi karena Indonesia merupakan negara muslim demokrasi paling besar di dunia. Indonesia dianggap berhasil menyandingkan demokrasi dan agama. Sehingga Indonesia menjadi rujukan belajar demokrasi bagi negara-negara lainnya” katanya.