Purwokertokita.com – Penularan HIV/AIDS dianggap telah menjadi bahaya laten di Kabupaten Cilacap, data Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Cilacap, sampai bulan Maret 2018 terdata 1.124 orang telah terjangkit HIV.
Dari data tersebut, 95 persen penularan HIV didominasi oleh faktor perilaku seks melalui vaginal, oral, maupun anal dengan orang yang terinfeksi.
Perilaku tak wajar juga marak dilakukan oleh banyak pemuda dan mahasiswa di Cilacap, mereka didapati membeli reagan HIV di pasar daring untuk melakukan pemeriksaan HIV secara mandiri tanpa didampingi oleh tenaga medis.
Manager Kasus Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten Cilacap, Rubino Sriadji mengatakan, banyak anak muda yang membeli reagan HIV dengan tujuan agar bisa mengetahui sedini mungkin pasangan seksualnya terinfeksi HIV atau tidak.
“Mereka bercerita bahwa banyak diantara kawan sebayanya membeli alat tes HIV secara online. Dari temuan sejumlah konsultasi, ditengarai hal ini menjadi tren anak muda dan mahasiswa di Cilacap,” kata Rubino.
Menurut Rubino yang juga Konselor VCT Cahaya Pita RSUD Cilacap, tren pembelian alat tes HIV via online ini justru jadi penghalang bagi penanggulangan HIV/AIDS. Pasalnya, hasil diagnosa melalui alat tes HIV di luar layanan kesehatan tanpa tenaga medis jadi pembenaran akan hubungan seks yang mereka anggap ‘aman’.
Rubino mengatakan, jika hasil tes dianggap negatif, menurut mereka tidak perlu memakai kondom saat berhubungan seksual. Tren ini dianggap bisa menjadi ‘bom waktu’.
“Tindakan beberapa anak muda dan mahasiswa di Cilacap, dan bisa jadi juga dilakukan oleh masyarakat umum, akan sangat berdampak buruk pada upaya penanggulangan HIV/AIDS,” ujar Rubino.
Semestinya, Rubino menjelaskan, untuk menegakkan diagnosa hasil seseorang reaktif HIV harus di layanan kesehatan yang terstandar dengan Reagen HIV juga terstandar Kemenkes. Selain itu, pemeriksaan minimal harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih yang melakukan tindakan pemeriksaan hasil.
Rubino menambahkan, pada penyakit HIV ada fase yang disebut dengan periode jendela, jika seseorang melakukan pemeriksaan sendiri menggunakan alat yang dibeli secara online, bisa saja dirinya dan pasangan seksualnya masih pada fase periode jendela.
“Meski terlihat hasil di alat negatif, tapi sebenarnya bisa jadi sudah ada virus HIV yang menjangkiti. Belum bisa terdeteksi oleh alat, tapi sudah aktif atau dapat menularkan,” ujarnya.
Pemeriksaan HIV secara mandiri merupakan persepsi keliru dan kategori penyalahgunaan alat tes HIV. Cara-cara antisipasi yang salah ini, menurut Rubino, berpotensi meningkatkan risiko penularan HIV. (AAR/YS)