Berlatar Tragedi 65, Film ‘Melawan Arus’ dan ‘Sum’ Juarai FFP 2018

Komunitas, Peristiwa304 Dilihat
Malam penganugerahan Festival Film Purbalingga (FFP) 2018, Sabtu (4/8) malam di Alun-Alun Purbalingga. (Dok. FFP 2018)

Purwokertokita.com – Mengulang dua tahun silam, film-film pendek pelajar berlatar korban tragedi kemanusiaan tahun 1965 kembali berjaya pada malam penganugerahan Festival Film Purbalingga (FFP) 2018, Sabtu (4/8) malam di Alun-Alun Purbalingga.

Film Fiksi Terbaik disabet “Melawan Arus”, sutradara Eka Saputri produksi SMK Negeri 1 Kebumen. Film yang difasilitasi Pusat Pengembangan Perfilman (Pusbangfilm) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ini, berkisah sepasang suami istri yang mempertahankan hak atas tanah, namun difitnah sebagai keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Yono, sang suami, patah semangat untuk bertahan di tanah yang menjadi sengketa dengan aparat. Ia mengajak istrinya, Siti, pindah. Siti tetap kekeh dengan pendirian, tetap tinggal dan bercocok tanam. Film berdurasi 10 menit ini meriset konflik tanah di Urut Sewu, Kebumen.

Film ini menang, menurut Teguh Trianton, salah satu juri fiksi, lantaran film “Melawan Arus” berhasil mengeksplorasi sisi-sisi psikologis penonton.

“Film ini dapat menyisakan perenungan yang dalam dan menyisakan pertanyaan yang jawabannya dapat dicari di luar film,” ujar Teguh yang merupakan juri akademisi.

Eka Saputri, sutradara film “Melawan Arus” mengatakan, pihaknya membuat film ini agar dapat menginspirasi penonton dengan keberanian masyarakat petani di Urut Sewu dalam mempertahankan hak atas tanah.

Sementara, Film Dokumenter Terbaik diraih “Sum”, yang disutradarai oleh Firman Fajar Wiguna, produksi SMA Negeri 2 Purbalingga.

Film berdurasi 15 menit ini bercerita tentang perempuan bernama Suminah, bekas aktivis Barisan Tani Indonesia (BTI). Setelah menghuni penjara selama 13 tahun, Sum hidup dalam kesendirian. Ia terus menunggu berbaliknya realita zaman.

Dalam catatan dewan juri dokumenter, film “Sum” tersusun melalui pilihan-pilihan gambar yang estetis dan rangkaian penuturan informasi yang jelas.

“Sebagai upaya komunikasi visual, film ini memperkaya bahasa tentang sejarah nasional melalui perspektif akar rumput sekaligus korban yang berdampak oleh ekses pertarungan politik di tingkat nasional,” ujar Adrian Jonathan Pasaribu, salah satu juri.

Pada Film Fiksi Favorit Penonton dimenangkan film “Umbul-Umbul” sutradara Atik Alvianti, produksi SMK HKTI 2 Purwareja Klampok Banjarnegara. Sementara Film Dokumenter Favorit Penonton berpihak pada “Warisan Tak Kasat Mata” sutradara Sekar Fazhari dari SMA Negeri Bukateja Purbalingga.

Penghargaan lain, yakni Penghargaan Lintang Kemukus kategori maestro seni dan budaya Banyumas Raya dianugerahkan kepada R. Soetedja (1909-1960), seorang komposer asal Banyumas dan Grup Musik Kamuajo dianugerahi penghargaan Lintang Kemukus kategori seni dan budaya kontemporer.

Plt Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi yang hadir di acara puncak FFP itu mengatakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Purbalingga berkomitmen terus mendukung kegiatan perfilman dan festival film di Kabupaten Purbalingga.

“Selain sebagai ajang silaturahmi, kegiatan perfilman juga menjadi ajang menorehkan nama baik kabupaten masing-masing dengan prestasi,” ucapnya. (YS)

Tinggalkan Balasan