PURWOKERTO KITA. COM, BANJARNEGARA- Petani kubis di dataran tinggi Dieng kini sedang terpuruk. Gara-garanya, harga kubis jatuh sampai Rp 500 perkilogram.
Sampai viral video di media sosial tentang petani yang tampak geram mengeluhkan anjloknya harga kubis.
Ia membandingkan dengan tarif kencing di toilet umum yang lebih mahal, yaitu Rp 2000 sekali masuk. Anjloknya harga kubis ini menambah penderitaan petani di tengah sulitnya situasi ekonomi karena pandemi.
Kondisi ini diamini Anto, petani dari Wanayasa, Banjarnegara. Petani muda itu mengakui, harga kubis saat ini sangat “tragis”. Masih beruntung ada tengkulak yang mau membeli kubis petani Rp 500 perkilogram.
” Bahkan ada yang Rp 300 ribu, “katanya
Ini bukan pertama kali petani merasakan pahitnya hasil panen. Tahun lalu, mereka juga sempat terpuruk karena harga kubis jatuh Rp 500 ribu perkilogram.
Seperti yang sudah lalu, saat harga kubis anjlok, sebagian petani memilih tidak memanen kubisnya.
Tanaman itu dibiarkan membusuk di lahan hingga menjadi pupuk alami untuk menyuburkan tanah. Selain itu, petani juga memersilakan warga mengambil kubis di lahan tanpa harus bayar.
Dengan jatuhnya harga kubis, petani sulit mengembalikan modal. Padahal mereka bukan hanya dituntut mengembalikan modal, namun juga harus ada kelebihan untuk modal tanam di musim berikutnya.
Yang lebih miris ketika modal untuk menanam dengan jalan berhutang. Petani tidak bisa melunasi hutangnya di Bank karena hasil panen terpuruk.
“Dibiarkan jadi pupuk di lahan. Ada yang untuk pakan ternak, ” katanya (JAC)